PENDAHULUAN
Gagal nafas akut adalah kegagalan system pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan.
KLASIFIKASI GAGAL NAFAS
Tipe I : Disebut gagal nafas normokapnu hipoksemia : PaO2 rendah dan PCO2 normal.
Tipe II : Disebut gagal nafas Hiperkapnu hipoksemia : PaO2 rendah dan PCO2 Tinggi.
MEKANISME GAGAL NAFAS
A. Hipoventilasi
Hipoventulasi menyebabkan retensi CO2 , Penyebabnya :
1. Kerusakan atau depresi pada system saraf pengontrol pernafasan.
a. Luka di kepala
b. Perdarahan / thrombus serebral
c. Obat yang menekan pernafasan
2. Gangguan neuromuscular
a. Kerusakan pada spinal
b. Tetanus
c. obat – obatan
3. Obstruksi paru
a. asthma
b. Broncitis kronis
c. Sumbatan jalan nafas
d. Emfisema
4. Restriksi paru
a. Ca paru
b. “ Flail chest “
c. Efusi pleura
d. Pneumothoraks
B. “ V/Q Mismatching “
V/Q rendah artinya : perfusi lebih besar dari ventilasi, sehingga terjadi hipoksemia karena darah yang dibawa dari alveolar tidak teroksigenasi seluruhnya.
V/Q Tinggi artinya : Ventilasi lebih besar daripada perfusi , sehingga darah yang teroksigenasi tidak dapat diperfusikan.
Penyebab :
1. Gangguan pada luas daerah untuk ventilasi
a. Asthma
b. Broncitis kronis
c. Emfisema
d. Atelektasis
e. Benda asing
f. Tumor
2. Gangguan pada luas permukaan untuk perfusi
a. Emboli paru
b. curah jantung rendah
c. PEE yang terlalu tinggi
C. Shunt ( Pirau )
Darah yang dibawa dari jantung sebelah kanan dibawa ke jantung kiri tanpa dioksigenasi.
Penyebab :
1. kolaps pada alveoli
a. Atelektasis
b. Pneumotoraks
c. Hematotoraks
2. gangguan difusi
a. Edema paru
b. ARDS
D. Gangguan difusi
Penyebab :
1. Penumpukan cairan
2. Gangguan pada area untuk berdifusi
PENGKAJIAN
A. Subyektif
1. Riwayat penyakit
2. Faktor pencetus
3. Gejala sulit bernafas
4. Tanda – tanda hiperkapnu
B. Objektif ( Tanda dan gejala )
1. Respiratory distress
2. Hipoksemia / hipoksia
3. Hiperkapnu
C. Diagnostik
1. Analisa gas darah
a. PaO2 50 – 60 mmHg
b. PaCo2 50 mmHg dengan PH 7.30
2. Foto thoraks
PENATALAKSANAAN
1. Atasi Penyebab
2. Mempertahankan jalan nafas dan meningkatkan ventilasi
a. Posisi pasien setengah duduk
b. Hidrasi
Memberikan cairan 2-3 ltr/24 jam
c. Bronchial hygiene dan fisiotherapi dada
- Latihan nafas dalam
- Analgetik saat fisiotherapi
- Jika ada ronchi anjurkan klien untuk batuk atau lakukan suctioning
- Postural drainase, vibrasi dan perkusi mungkin dibutuhkan
d. Pemberian obat – obatan
- Bronchodilator
- Ekspectoran
- Sedativ, jika pasien gelisah
e. Bronkoskopi
Jika lendir tidak bisa keluar dengan suctioning
f. Intubasi dan ventilasi mekanik
- Jika PaCO2 cenderung meningkat dan asidosis
- tujuan untuk menormalkan PH. Untuk pasien PPOM nilai PaCO2 tidak harus dibuat normal.
3. Mengoptimalkan pengangkutan O2 dan menurunkan konsumsi O2 dengan cara :
a. memberikan therapy O2
b. Memberikan PEEP
c. Istirahat
d. Memberikan lingkungan nyaman
e. Mengobati demam
f. transfuse darah
g. Obatan digitalis
4. Mengatasi infeksi dengan memberikan antibiotic
5. Mencegah terjadinya komplikasi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Contoh diagnose keperawatan yang dapat terjadi pada pasien dengan gagal nafas akut adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. obstruksi jalan nafas, hipersekresi dan bronchospasme
2. Gangguan pola nafas b.d. gangguan neuromuscular, musculoskeletal, barotraumas, dll.
3. Gangguan pertukaran gas b.d. gangguan perfusi dan difusi , penurunan Hb, dll.
4. Resiko terjadi aspirasi b.d. penurunan kesadaran , gangguan reflek menelan atau batuk
5. Gangguan aktivitas b.d. tidak seimbangnya antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Untuk intervensi dan evaluasi silahkan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ada di text book yang ada.
-Wassalam-
Wednesday, September 24, 2008
Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Jantung
PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
Keseluruh tubuh sesuai dengan kebutuhan metabolism.
ETIOLOGI
A. Penyebab Gagal Jantung
1. Gangguan Mekanis
a. Peningkatan beban tekanan
- Central ( Stenosis Aorta )
- Peripheal ( Hipertensi Sistemik )
b. Peningkatan beban Volum
- Regurgitasi Katup
- Pirau
- Peningkatan preload
c. Hambatan Pengisian ventrikel
Stenosis Mitral atau Trikuspidalis
d. Konstriksi Pericard, Tamponade
e. Retriksi Endokardial atau Perikardial
f. Aneurisma Ventrikular
2. Kelainan Miocardial
a. Primer
- Kardiomiopati
- Gangguan Neuromuscular
- Miokarditis
- Metabolik ( DM )
- Keracunan
b. Sekunder
- Ischemia ( Penyakit Jantung Koroner )
- Gangguan Metabolik
- Inflamasi
- Penyakit infiltrative ( Restrictive Cardiomiopathy )
- Penyakit Sistemik
- PPOK
- Obat – obatan yang mendepresi miocard.
3. Gangguan irama jantung
- Ventrikular standstill
- Ventrikular fibrilasi
- Takhikardia atau bradikardia yang ekstrim
- Gangguan konduksi
B. Pencetus Gagal Jantung
a. Hipertensi
b. Infark Miocard
c. Aritmia
d. Anemia
e. Febris
f. Emboli Paru
g. Stress
h. Infeksi
PATOFISIOLOGI
Fungsi Jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya untuk memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh bagian tubuh, baik dalam keadaan istirahat maupun saat mengalami stress fisiologis.
Mekanisme fisiologis dasar jantung sebagai stroke volume ( Volume sekuncup ), Cardiac output ( Curah Jantung ), Heart rate ( Laju jantung ), Preload ( Beban awal ), dan afterload ( Beban akhir ) serta kontraktilitas sangat berpengaruh dalam mekanisme terjadinya gagal jantung.
Stroke Volume ( SV ) adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel setiap kali konstraksi.
Cardiac Output ( CO ) adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel setiap menit.
CO = Denyut Jantung / Menit x SV
Tiga factor yang mempengaruhi stroke volume adalah :
1. Preload
Menggambarkan tekanan miokardium pada fase akhir diastolic atau sesaat sebelumonstraksi ventrikel.
Secara klinik digambarkan sebagai “ Ventrikel Filling “. Menurut hokum Frank Starling : Makin besar isi jantung saat diastolic semakin besar juga jumlah darah yang dipompakan ke aorta.
2. Afterload
Menggambarkan tekanan aortic total ( impedance ) yang menahan ejeksi ventrikel . Apabila tekanan sistemik arterial meningkatmaka kerja jantung akan meningkat pula.
3. Kontraktilitas
Adalah kemampuan instrinsik serabut serabut miokard untuk menguncup. Peningkatan stroke volume menggambarkan peningkatan kontarktilitasdan sebaliknya, penurunan stroke volume menggambarkan penurunan kontraktilitas.
Respon kompensatorik
Sebagai akibat gagal jantung, maka terjadilah mekanisme kompensasi tubuh yang meliputi :
a. Peningkatan aktifitas adrenergic simpatis
Meningkatnya aktivitas simpatik adrenergic akan merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Hal ini akan meningkatkan kontraktilitas dan denyut jantung, yang akan menjamin cardiacoutput. Peningkatan kontraktilitas dan denyut nadi sangat bergantung pada respon simpatik tubuh.
b. Peningkatan preload
Aktivasi system RAA ( Renin Angiotensin Aldosteron ) menyebabkan retensi garam natrium dan air oleh ginjal. Peningkatan beban awal ini akan meningkatkan kontraksi miocard sesuai hokum frank starling.
c. Hipertrofi Ventrikel
Penebalan dinding ventrikel tanpa disertai penambahan ukuran ruang jantung akan menyebabkan jantung bekerja keras untukm mencukupi kebutuhan tubuh.
Ketiga respon kompensatorik ini menggambarkan usaha untuk mempertahan curah jantung, namun bila gagal jantung berlanjut, maka kompensasi ini menjadi tidak efektif.
KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG
Gagal jantung menurut New York Health Association, terbagi atas 4 kelas fungsional, yaitu :
I. Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik berat
II. Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik sedang
III. Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik ringan
IV. Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik sangat ringan atau saat istirahat.
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik gagal jantung secara umum sangat tergantung pada penyebabnya. Namun demikian dapat diambarkan sebagai berikut :
- Ortopnue, yaitu sesak saat berbaring
- Dyspneu on Effort ( DOE ) yaitu sesak bila melakukan aktivitas
- Paroxymal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba tiba pada malam hari disertai
batuk.
- Berdebar debar
- Lekas lelah
- Batuk batuk.
DIAGNOSIS GAGAL JANTUNG
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan pada criteria utama atau criteria tambahan.
1. Kriteria Utama
- Ortopneu
- PND
- Cardiomegali
- Gallop
- Peningkatan JVP
- Refleks Hepatojugular
2. Kriteria tambahan
- Edema pergelangan kaki
- Batuk malam hari
- DOE
- Hepatomegali
- Efusi Pleura
- Tachycardia
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya 2 kriteria utama atau 1 kriteria utama ditamabah 2 kriteria tambahan.
Riwayat Penyakit dahulu
- Riwayat angina
- Hipertensi
- Demam reumatik
- Bedah Jantung
- MCI
- Hypertyroid
- Penyakit katup jantung
- Penyakit jantung bawaan
Pemeriksaan Fisik
Dari mulai kepala ke leher
Mata : Conjungtiva, Sklera
Leher : JVP, Bising arteri karotis
Paru : - Bentuk dada
- Pergerakana dada
- Asimetris dada
- Pernafasan : Frekuensi, Irama, Jenis, Suara, Suara tambahan
Jantung : -TD
- Nadi ( Frekuensi, isi, irama )
- Suara jantung
- apeks jantung
- Suara tambahan ( S3, S4, Gallop )
- Bising jantung ( Thrill )
Abdomen ( Acites, BU )
Ekstremitas ( Temp, Kelembapan, Edema, Cyanosis )
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
- Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
- Gangguan fungsi ginjal dan hati
- Ur,Cr,BUN,UL
- SGOT, SGPT
- Gula darah
- Colesterol, Trigliseride
Electro Cardio Gram ( ECG )
- Penyakit jantung koroner : Ischemia, Infark
- Pembesaran Jantung : LVH
- Aritmia
- Perikarditis
Foto Rontgen thorak
- Edema Alveolar
- Edema Interstialis
- Efusi Pleura
- Pelebaran Vena Pulmonalis
- Cardiomegali
PENATALAKSANAAN
Kelas I : Non Farmakologis ( Istirahat, Diit Rendah Garam, Menjaga BB Ideal, Manajemen stres )
Kelas II, III : Diuretik, Digitalis, ACE Inhibtor, Vasodilator
Kombinasidiuretik, digitalis, cukup memadai.
Kelas IV : Kombinasi diuretic digitalis,ACE Inhibtor seumur hidup.
Obat – obatan lain :
- Aspirin
- Antikoagulan
- Antagonis beta adrenoreseptor
- Agonis reseptor dopamine.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I. Identitas pasien ( Data demografi )
II. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
b. riwayat penyakit dahulu
c. Riwayat kesehatan Keluarga
d. Faktor pencetus
e. Faktor resiko
f. Tingkat pengetahuan pasien dan kelurga terhadap penyakitnya
g. riwayat social ekonomi
h. Riwayat spiritual
i. riwayat Alergi dan obat-obatan
j. Riwayat Psikososial
k. Kebiasaan sehari – hari : Nutrisi
Eliminasi
Istirahat
Olahraga
III. Pemeriksaan Fisik
Dari mulai kepala ke leher
Mata : Conjungtiva, Sklera
Leher : JVP, Bising arteri karotis
Paru : - Bentuk dada
- Pergerakana dada
- Asimetris dada
- Pernafasan : Frekuensi, Irama, Jenis, Suara, Suara tambahan
Jantung : -TD
- Nadi ( Frekuensi, isi, irama )
- Suara jantung
- apeks jantung
- Suara tambahan ( S3, S4, Gallop )
- Bising jantung ( Thrill )
Abdomen ( Acites, BU )
Ekstremitas ( Temp, Kelembapan, Edema, Cyanosis )
IV. Pemeriksaan Penunjang
- Lab.
- ECG
- Foto Thorak
- Kateterisasi
- Radionuklir
V. Therapi
- diuretic
- Vasodilator
- Ace Inhibtor
- Digitalis
- Dopaminergik
- Oksigen
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b.d. fungsi elektronik, mekanik, structural.
2. Gangguan fungsi pernafasan :
a. pola nafas tidak efektif b.d. cemas, menurunnya compliance paru atau
pengaruh obat depresi pernafasan.
b. Kebersihan jalan nafas tidak efektif b.d. penumpukan cairan pada alveoli,
interstisiel.
c. Gangguan pertukaran gas b.d. kegagalan difusi pada alveoli
3. Gangguan keseimbangan cairan : Kelebihan volume cairan b.d. menurunnya aliran ke
ginjal
4. Gangguan rasa nyaman : Mual, muntah b.d. stimulasi pusat muntah karena kongesti
vascular pada saluran pencernaan , atau efek samping dari terapi digitalis.
5. Intoleransi aktivitasdan self care deficit b.d. ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
6. Cemas b.d. kurang pengetahuan tentang proses, prognosa / pengobatan gagal jantung .
C. PERENCANAAN
Tujuan yang diharapkan :
1. Curah jantung adekuat sesuai kebutuhan
2. Aktivitas mencapai batas optimal
3. Pasien mengerti tentang proses, prognosa/ pengobatan gagal jantung.
Intervensi :
1. Berikan posisi semifowler
2. Berikan lingkunagn yang aman dan nyaman
3. Berikan O2 sesuai indikasi
4. Monitor TTV segera sebelum dabn sesudah mendapatkan therapiVasodilator, Diuretik,
Melakukan aktivitas.
5. Berikan Obat – obatan sesuai indikasi
6. Jelaskan efek samping dari obt – obatan yang diberikan.
7. catat intake dan output cairan
8. auscultasi paru dan jantung dari adanya bunyi – bunyi tambahan.
9. Monitor JVP
10.Monitor adanay edema dan acites
11.Monitor hasil ECG
12.Berikan diit lunak rendah garam
13.Dengarkan dan respon terhadap ungkapan perasaan pasien
14.Anjurkan pasien melakukan aktivitas berlebihan.
D. EVALUASI
Proses dan hasil
Proses : Setiap tindakan lakukan evaluasi langsung
Hasil : tujuan yang diharapkan.
-The End-
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
Keseluruh tubuh sesuai dengan kebutuhan metabolism.
ETIOLOGI
A. Penyebab Gagal Jantung
1. Gangguan Mekanis
a. Peningkatan beban tekanan
- Central ( Stenosis Aorta )
- Peripheal ( Hipertensi Sistemik )
b. Peningkatan beban Volum
- Regurgitasi Katup
- Pirau
- Peningkatan preload
c. Hambatan Pengisian ventrikel
Stenosis Mitral atau Trikuspidalis
d. Konstriksi Pericard, Tamponade
e. Retriksi Endokardial atau Perikardial
f. Aneurisma Ventrikular
2. Kelainan Miocardial
a. Primer
- Kardiomiopati
- Gangguan Neuromuscular
- Miokarditis
- Metabolik ( DM )
- Keracunan
b. Sekunder
- Ischemia ( Penyakit Jantung Koroner )
- Gangguan Metabolik
- Inflamasi
- Penyakit infiltrative ( Restrictive Cardiomiopathy )
- Penyakit Sistemik
- PPOK
- Obat – obatan yang mendepresi miocard.
3. Gangguan irama jantung
- Ventrikular standstill
- Ventrikular fibrilasi
- Takhikardia atau bradikardia yang ekstrim
- Gangguan konduksi
B. Pencetus Gagal Jantung
a. Hipertensi
b. Infark Miocard
c. Aritmia
d. Anemia
e. Febris
f. Emboli Paru
g. Stress
h. Infeksi
PATOFISIOLOGI
Fungsi Jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya untuk memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh bagian tubuh, baik dalam keadaan istirahat maupun saat mengalami stress fisiologis.
Mekanisme fisiologis dasar jantung sebagai stroke volume ( Volume sekuncup ), Cardiac output ( Curah Jantung ), Heart rate ( Laju jantung ), Preload ( Beban awal ), dan afterload ( Beban akhir ) serta kontraktilitas sangat berpengaruh dalam mekanisme terjadinya gagal jantung.
Stroke Volume ( SV ) adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel setiap kali konstraksi.
Cardiac Output ( CO ) adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel setiap menit.
CO = Denyut Jantung / Menit x SV
Tiga factor yang mempengaruhi stroke volume adalah :
1. Preload
Menggambarkan tekanan miokardium pada fase akhir diastolic atau sesaat sebelumonstraksi ventrikel.
Secara klinik digambarkan sebagai “ Ventrikel Filling “. Menurut hokum Frank Starling : Makin besar isi jantung saat diastolic semakin besar juga jumlah darah yang dipompakan ke aorta.
2. Afterload
Menggambarkan tekanan aortic total ( impedance ) yang menahan ejeksi ventrikel . Apabila tekanan sistemik arterial meningkatmaka kerja jantung akan meningkat pula.
3. Kontraktilitas
Adalah kemampuan instrinsik serabut serabut miokard untuk menguncup. Peningkatan stroke volume menggambarkan peningkatan kontarktilitasdan sebaliknya, penurunan stroke volume menggambarkan penurunan kontraktilitas.
Respon kompensatorik
Sebagai akibat gagal jantung, maka terjadilah mekanisme kompensasi tubuh yang meliputi :
a. Peningkatan aktifitas adrenergic simpatis
Meningkatnya aktivitas simpatik adrenergic akan merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Hal ini akan meningkatkan kontraktilitas dan denyut jantung, yang akan menjamin cardiacoutput. Peningkatan kontraktilitas dan denyut nadi sangat bergantung pada respon simpatik tubuh.
b. Peningkatan preload
Aktivasi system RAA ( Renin Angiotensin Aldosteron ) menyebabkan retensi garam natrium dan air oleh ginjal. Peningkatan beban awal ini akan meningkatkan kontraksi miocard sesuai hokum frank starling.
c. Hipertrofi Ventrikel
Penebalan dinding ventrikel tanpa disertai penambahan ukuran ruang jantung akan menyebabkan jantung bekerja keras untukm mencukupi kebutuhan tubuh.
Ketiga respon kompensatorik ini menggambarkan usaha untuk mempertahan curah jantung, namun bila gagal jantung berlanjut, maka kompensasi ini menjadi tidak efektif.
KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG
Gagal jantung menurut New York Health Association, terbagi atas 4 kelas fungsional, yaitu :
I. Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik berat
II. Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik sedang
III. Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik ringan
IV. Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik sangat ringan atau saat istirahat.
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik gagal jantung secara umum sangat tergantung pada penyebabnya. Namun demikian dapat diambarkan sebagai berikut :
- Ortopnue, yaitu sesak saat berbaring
- Dyspneu on Effort ( DOE ) yaitu sesak bila melakukan aktivitas
- Paroxymal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba tiba pada malam hari disertai
batuk.
- Berdebar debar
- Lekas lelah
- Batuk batuk.
DIAGNOSIS GAGAL JANTUNG
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan pada criteria utama atau criteria tambahan.
1. Kriteria Utama
- Ortopneu
- PND
- Cardiomegali
- Gallop
- Peningkatan JVP
- Refleks Hepatojugular
2. Kriteria tambahan
- Edema pergelangan kaki
- Batuk malam hari
- DOE
- Hepatomegali
- Efusi Pleura
- Tachycardia
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya 2 kriteria utama atau 1 kriteria utama ditamabah 2 kriteria tambahan.
Riwayat Penyakit dahulu
- Riwayat angina
- Hipertensi
- Demam reumatik
- Bedah Jantung
- MCI
- Hypertyroid
- Penyakit katup jantung
- Penyakit jantung bawaan
Pemeriksaan Fisik
Dari mulai kepala ke leher
Mata : Conjungtiva, Sklera
Leher : JVP, Bising arteri karotis
Paru : - Bentuk dada
- Pergerakana dada
- Asimetris dada
- Pernafasan : Frekuensi, Irama, Jenis, Suara, Suara tambahan
Jantung : -TD
- Nadi ( Frekuensi, isi, irama )
- Suara jantung
- apeks jantung
- Suara tambahan ( S3, S4, Gallop )
- Bising jantung ( Thrill )
Abdomen ( Acites, BU )
Ekstremitas ( Temp, Kelembapan, Edema, Cyanosis )
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
- Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
- Gangguan fungsi ginjal dan hati
- Ur,Cr,BUN,UL
- SGOT, SGPT
- Gula darah
- Colesterol, Trigliseride
Electro Cardio Gram ( ECG )
- Penyakit jantung koroner : Ischemia, Infark
- Pembesaran Jantung : LVH
- Aritmia
- Perikarditis
Foto Rontgen thorak
- Edema Alveolar
- Edema Interstialis
- Efusi Pleura
- Pelebaran Vena Pulmonalis
- Cardiomegali
PENATALAKSANAAN
Kelas I : Non Farmakologis ( Istirahat, Diit Rendah Garam, Menjaga BB Ideal, Manajemen stres )
Kelas II, III : Diuretik, Digitalis, ACE Inhibtor, Vasodilator
Kombinasidiuretik, digitalis, cukup memadai.
Kelas IV : Kombinasi diuretic digitalis,ACE Inhibtor seumur hidup.
Obat – obatan lain :
- Aspirin
- Antikoagulan
- Antagonis beta adrenoreseptor
- Agonis reseptor dopamine.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I. Identitas pasien ( Data demografi )
II. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
b. riwayat penyakit dahulu
c. Riwayat kesehatan Keluarga
d. Faktor pencetus
e. Faktor resiko
f. Tingkat pengetahuan pasien dan kelurga terhadap penyakitnya
g. riwayat social ekonomi
h. Riwayat spiritual
i. riwayat Alergi dan obat-obatan
j. Riwayat Psikososial
k. Kebiasaan sehari – hari : Nutrisi
Eliminasi
Istirahat
Olahraga
III. Pemeriksaan Fisik
Dari mulai kepala ke leher
Mata : Conjungtiva, Sklera
Leher : JVP, Bising arteri karotis
Paru : - Bentuk dada
- Pergerakana dada
- Asimetris dada
- Pernafasan : Frekuensi, Irama, Jenis, Suara, Suara tambahan
Jantung : -TD
- Nadi ( Frekuensi, isi, irama )
- Suara jantung
- apeks jantung
- Suara tambahan ( S3, S4, Gallop )
- Bising jantung ( Thrill )
Abdomen ( Acites, BU )
Ekstremitas ( Temp, Kelembapan, Edema, Cyanosis )
IV. Pemeriksaan Penunjang
- Lab.
- ECG
- Foto Thorak
- Kateterisasi
- Radionuklir
V. Therapi
- diuretic
- Vasodilator
- Ace Inhibtor
- Digitalis
- Dopaminergik
- Oksigen
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b.d. fungsi elektronik, mekanik, structural.
2. Gangguan fungsi pernafasan :
a. pola nafas tidak efektif b.d. cemas, menurunnya compliance paru atau
pengaruh obat depresi pernafasan.
b. Kebersihan jalan nafas tidak efektif b.d. penumpukan cairan pada alveoli,
interstisiel.
c. Gangguan pertukaran gas b.d. kegagalan difusi pada alveoli
3. Gangguan keseimbangan cairan : Kelebihan volume cairan b.d. menurunnya aliran ke
ginjal
4. Gangguan rasa nyaman : Mual, muntah b.d. stimulasi pusat muntah karena kongesti
vascular pada saluran pencernaan , atau efek samping dari terapi digitalis.
5. Intoleransi aktivitasdan self care deficit b.d. ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
6. Cemas b.d. kurang pengetahuan tentang proses, prognosa / pengobatan gagal jantung .
C. PERENCANAAN
Tujuan yang diharapkan :
1. Curah jantung adekuat sesuai kebutuhan
2. Aktivitas mencapai batas optimal
3. Pasien mengerti tentang proses, prognosa/ pengobatan gagal jantung.
Intervensi :
1. Berikan posisi semifowler
2. Berikan lingkunagn yang aman dan nyaman
3. Berikan O2 sesuai indikasi
4. Monitor TTV segera sebelum dabn sesudah mendapatkan therapiVasodilator, Diuretik,
Melakukan aktivitas.
5. Berikan Obat – obatan sesuai indikasi
6. Jelaskan efek samping dari obt – obatan yang diberikan.
7. catat intake dan output cairan
8. auscultasi paru dan jantung dari adanya bunyi – bunyi tambahan.
9. Monitor JVP
10.Monitor adanay edema dan acites
11.Monitor hasil ECG
12.Berikan diit lunak rendah garam
13.Dengarkan dan respon terhadap ungkapan perasaan pasien
14.Anjurkan pasien melakukan aktivitas berlebihan.
D. EVALUASI
Proses dan hasil
Proses : Setiap tindakan lakukan evaluasi langsung
Hasil : tujuan yang diharapkan.
-The End-
Monday, September 22, 2008
Bantuan Hidup dasar ( BHD ) Bagian 3
Defibrilasi
Seluruh Provider BHD harus dilatih untuk dapat memberikan tindakan defibrilasi karena fibrilasi ventrikel merupakan irama yang paling sering terjadi pada orang dewasa yang tidak sadar dan tidak trauma, untuk korban demikian angka keberhasilan akan meningkat ketika penolong melakukan defibrilasi dalam waktu 3-5 menit setelah kejadian. Defibrilasi segera merupakan terapi terpilih untuk fibrilasi ventrikel pada korban tidak sadar yang tersaksikan. Hasil dari RJP sebelum dilakukan defibrilasi adalah memperpanjang irama fibrilasi ventrikel, ketika petugas datang dalam waktu 4- 5 menit setelah mendapatkan informasi, periode singkat dari RJP yang telah dilakukan (1-3 menit) sebelum defibrilasi dapat meningkatkan keberhasilan untuk kembali kepada sirkulasi spontan dan angka keberhasilan RJP.
RJP pada situasi yang Khusus Tenggelam
Tenggelam merupakan penyebab kematian yang masih dapat dicegah. Keberhasilan menolong korban yang tenggelam tergantung dari lama dan beratnya derajat hipoksia. Penolong harus melakukan RJP, terutama sekali bantuan pernapasan, secepat mungkin setelah korban tenggelam dikeluarkan dari air. Ketika menolong semua usia korban yang tenggelam, seorang petugas kesehatan melakukan 5 siklus (kira-kira 2 menit) RJP sebelum meninggalkan korban untuk mengaktifkan sistem gawat darurat. Ventilasi mulut ke mulut di dalam air mungkin dapat menolong jika dilakukan oleh penolong yang terlatih. Kompresi dada sangat sukar dilakukan di dalam air, mungkin tidak akan efektif dan dapat membahayakan keduanya. Tidak ada peristiwa yang terjadi dimana air menyebabkan sumbatan jalan napas. Manuver yang dilakukan untuk menghilangkan sumbatan jalan napas tidak direkomendasikan untuk korban tenggelam karena manuver tersebut tidak biasa dilakukan dan dapat menyebabkan trauma, muntah, dan aspirasi serta memperlambat RJP. Penolong harus mengeluarkan korban tenggelam dari dalam air secepat mungkin dan memulai resusitasi sesegera mungkin.
Hipotermia
Pada korban tidak sadar dengan hipotermia, petugas kesehatan harus menilai pernapasan untuk mengetahui ada tidaknya henti napas dan menilai denyut nadi untuk menilai ada tidaknya henti jantung atau adanya Bradikardi selama 30-45 detik karena frekuensi jantung dan pernapasan dapat sangat lamban, tergantung dari derajat hiportemia, jika korban tidak bernapas mulailah pemberian bantuan pernapasan. Jika denyut nadi korban tidak ada, segera mulailah melakukan kompresi dada. Jangan menunggu suhu tubuh menjadi hangat untuk memulai RJP. Untuk mencegah hilangnya panas, lepaskan pakaian yang basah dari tubuh korban; lindungi korban dari hembusan angin, panas, atau dingin, dan jika mungkin berikan ventilasi dengan oksigen yang hangat.
Posisi Sisi Mantap (Recovery Position)
Posisi sisi mantap dipergunakan untuk korban dewasa yang tidak sadar yang telah bemapas dengan normal dan sirkulasi yang efektif. Posisi ini dibuat untuk menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan mengurangi risiko sumbatan jalan napas dan aspirasi. Korban diletakkan pada posisi miring pada salah satu sisi badan dengan tangan yang dibawah berada didepan badan.
Sumbatan Jalan Napas Oleh Benda Asing Sumbatan Jalan Napas oleh Benda Asing ( Tersedak)
Kematian akibat tersedak tidak biasa terjadi tetapi merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah. Banyak laporan kasus tersedak pada orang dewasa yang disebabkan oleh makanan dan terjadi pada saat sedang makan. Kejadian tersedak pada bayi dan anak-anak juga terjadi pada saat sedang makan atau bermain.
Mengenali adanya sumbatan jalan napas akibat benda asing
Dikarenakan mengenali adanya sumbatan jalan napas merupakan kunci keberhasilan menolong korban yang tersedak. Ini sangat penting untuk dapat membedakan kegawat daruratan dari pingsan, serangan jantung, atau keadaan lain yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan, sianosis, atau kehilangan kesadaran. Benda asing merupakan salah satu penyebab sumbatan komplit/total atau sumbatan sebagian/parsial pada jalan napas. Penolong harus membantu jika melihat korban yang mengalami sumbatan jalan napas akibat tersedak. Tanda korban yang tersedak antara lain kesulitan bernapas, sianosis, sulit berbicara. Korban biasanya memegang lehernya, segeralah bertanya "apakah anda tersedak" jika korban menganggukkan kepalanya berarti dia tersedak.
Membebaskan sumbatan jalan napas oleh benda asing Manuver Heimlich
Untuk mengatasi obstruksi jalan napas oleh benda asing dapat dilakukan manuver Heimlich (hentakan subdiafragma-abdomen). Suatu hentakan yang menyebabkan peningkatan tekanan pada diafragma sehingga memaksa udara yang ada didalam para-paru untuk keluar dengan cepat sehingga diharapkan dapat mendorong atau mengeluarkan benda asing yang menyumbat jalan napas. Setiap hentakan harus diberikan dengan tujuan menghilangkan obstruksi, mungkin dibutuhkan pengulangan hentakan 6-10 kali untuk membersihkan jalan napas. Pertimbangan penting dalam melakukan manuver Heimlich adalah kemungkinan kerusakan pada organ-organ besar. Manuver Heimlich pada korban sadar dengan posisi berdiri atau duduk Penolong harus berdiri di belakang korban, melingkari pinggang korban dengan kedua lengan, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit diatas pusar dan dibawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan ke perut dengan hentakan yang cepat kearah atas. Setiap hentakan harus terpisah dan dengan gerakan yang jelas.
Manuver Heimlich pada korban yang tergeletak (tidak sadar)
Korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka keatas. Penolong berlutut disisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusat dan jauh dibawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan diatas tangan pertama. Penolong menekan kearah perut dengan hentakan yang cepat kearah atas. Manuver ini dapat dilakukan pada korban sadar jika penolongnya terlampau pendek untuk memeluk pinggang korban.
Manuver Heimlich pada yang dilakukan sendiri
Pengobatan diri sendiri terhadap obstruksi jalan napas : Kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut diatas pusat dan dibawah tulang sternum, genggam kepalan itu dengan kuat dan berikan tekanan ke atas kearah diafragma dengan gerakan cepat, jika tidak berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi.
Penyapuan jari
Manuver ini hanya dilakukan atau digunakan pada korban tidak sadar, dengan muka menghadap keatas buka mulut korban dengan memegang lidah dan rahang diantara ibu jari dan jari-jarinya, kemudian mengangkat rahang bawah. Tindakan ini akan menjauhkan lidah dan kerongkongan serta menjauhkan benda asing yang mungkin menyangkut ditempat tersebut. Masukkan jari telunjuk tangan lain menelusuri bagian dalam pipi, jauh kedalam kerongkongan dibagian dasar lidah, kemudian lakukan gerakan mengait untuk melepaskan benda asing serta menggerakkan benda asing tersebut ke dalam mulut sehingga memudahkan untuk diambil. Hati-hati agar tidak mendorong benda asing lebih jauh kedalam jalan napas.
Tamat.
Seluruh Provider BHD harus dilatih untuk dapat memberikan tindakan defibrilasi karena fibrilasi ventrikel merupakan irama yang paling sering terjadi pada orang dewasa yang tidak sadar dan tidak trauma, untuk korban demikian angka keberhasilan akan meningkat ketika penolong melakukan defibrilasi dalam waktu 3-5 menit setelah kejadian. Defibrilasi segera merupakan terapi terpilih untuk fibrilasi ventrikel pada korban tidak sadar yang tersaksikan. Hasil dari RJP sebelum dilakukan defibrilasi adalah memperpanjang irama fibrilasi ventrikel, ketika petugas datang dalam waktu 4- 5 menit setelah mendapatkan informasi, periode singkat dari RJP yang telah dilakukan (1-3 menit) sebelum defibrilasi dapat meningkatkan keberhasilan untuk kembali kepada sirkulasi spontan dan angka keberhasilan RJP.
RJP pada situasi yang Khusus Tenggelam
Tenggelam merupakan penyebab kematian yang masih dapat dicegah. Keberhasilan menolong korban yang tenggelam tergantung dari lama dan beratnya derajat hipoksia. Penolong harus melakukan RJP, terutama sekali bantuan pernapasan, secepat mungkin setelah korban tenggelam dikeluarkan dari air. Ketika menolong semua usia korban yang tenggelam, seorang petugas kesehatan melakukan 5 siklus (kira-kira 2 menit) RJP sebelum meninggalkan korban untuk mengaktifkan sistem gawat darurat. Ventilasi mulut ke mulut di dalam air mungkin dapat menolong jika dilakukan oleh penolong yang terlatih. Kompresi dada sangat sukar dilakukan di dalam air, mungkin tidak akan efektif dan dapat membahayakan keduanya. Tidak ada peristiwa yang terjadi dimana air menyebabkan sumbatan jalan napas. Manuver yang dilakukan untuk menghilangkan sumbatan jalan napas tidak direkomendasikan untuk korban tenggelam karena manuver tersebut tidak biasa dilakukan dan dapat menyebabkan trauma, muntah, dan aspirasi serta memperlambat RJP. Penolong harus mengeluarkan korban tenggelam dari dalam air secepat mungkin dan memulai resusitasi sesegera mungkin.
Hipotermia
Pada korban tidak sadar dengan hipotermia, petugas kesehatan harus menilai pernapasan untuk mengetahui ada tidaknya henti napas dan menilai denyut nadi untuk menilai ada tidaknya henti jantung atau adanya Bradikardi selama 30-45 detik karena frekuensi jantung dan pernapasan dapat sangat lamban, tergantung dari derajat hiportemia, jika korban tidak bernapas mulailah pemberian bantuan pernapasan. Jika denyut nadi korban tidak ada, segera mulailah melakukan kompresi dada. Jangan menunggu suhu tubuh menjadi hangat untuk memulai RJP. Untuk mencegah hilangnya panas, lepaskan pakaian yang basah dari tubuh korban; lindungi korban dari hembusan angin, panas, atau dingin, dan jika mungkin berikan ventilasi dengan oksigen yang hangat.
Posisi Sisi Mantap (Recovery Position)
Posisi sisi mantap dipergunakan untuk korban dewasa yang tidak sadar yang telah bemapas dengan normal dan sirkulasi yang efektif. Posisi ini dibuat untuk menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan mengurangi risiko sumbatan jalan napas dan aspirasi. Korban diletakkan pada posisi miring pada salah satu sisi badan dengan tangan yang dibawah berada didepan badan.
Sumbatan Jalan Napas Oleh Benda Asing Sumbatan Jalan Napas oleh Benda Asing ( Tersedak)
Kematian akibat tersedak tidak biasa terjadi tetapi merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah. Banyak laporan kasus tersedak pada orang dewasa yang disebabkan oleh makanan dan terjadi pada saat sedang makan. Kejadian tersedak pada bayi dan anak-anak juga terjadi pada saat sedang makan atau bermain.
Mengenali adanya sumbatan jalan napas akibat benda asing
Dikarenakan mengenali adanya sumbatan jalan napas merupakan kunci keberhasilan menolong korban yang tersedak. Ini sangat penting untuk dapat membedakan kegawat daruratan dari pingsan, serangan jantung, atau keadaan lain yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan, sianosis, atau kehilangan kesadaran. Benda asing merupakan salah satu penyebab sumbatan komplit/total atau sumbatan sebagian/parsial pada jalan napas. Penolong harus membantu jika melihat korban yang mengalami sumbatan jalan napas akibat tersedak. Tanda korban yang tersedak antara lain kesulitan bernapas, sianosis, sulit berbicara. Korban biasanya memegang lehernya, segeralah bertanya "apakah anda tersedak" jika korban menganggukkan kepalanya berarti dia tersedak.
Membebaskan sumbatan jalan napas oleh benda asing Manuver Heimlich
Untuk mengatasi obstruksi jalan napas oleh benda asing dapat dilakukan manuver Heimlich (hentakan subdiafragma-abdomen). Suatu hentakan yang menyebabkan peningkatan tekanan pada diafragma sehingga memaksa udara yang ada didalam para-paru untuk keluar dengan cepat sehingga diharapkan dapat mendorong atau mengeluarkan benda asing yang menyumbat jalan napas. Setiap hentakan harus diberikan dengan tujuan menghilangkan obstruksi, mungkin dibutuhkan pengulangan hentakan 6-10 kali untuk membersihkan jalan napas. Pertimbangan penting dalam melakukan manuver Heimlich adalah kemungkinan kerusakan pada organ-organ besar. Manuver Heimlich pada korban sadar dengan posisi berdiri atau duduk Penolong harus berdiri di belakang korban, melingkari pinggang korban dengan kedua lengan, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit diatas pusar dan dibawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan ke perut dengan hentakan yang cepat kearah atas. Setiap hentakan harus terpisah dan dengan gerakan yang jelas.
Manuver Heimlich pada korban yang tergeletak (tidak sadar)
Korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka keatas. Penolong berlutut disisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusat dan jauh dibawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan diatas tangan pertama. Penolong menekan kearah perut dengan hentakan yang cepat kearah atas. Manuver ini dapat dilakukan pada korban sadar jika penolongnya terlampau pendek untuk memeluk pinggang korban.
Manuver Heimlich pada yang dilakukan sendiri
Pengobatan diri sendiri terhadap obstruksi jalan napas : Kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut diatas pusat dan dibawah tulang sternum, genggam kepalan itu dengan kuat dan berikan tekanan ke atas kearah diafragma dengan gerakan cepat, jika tidak berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi.
Penyapuan jari
Manuver ini hanya dilakukan atau digunakan pada korban tidak sadar, dengan muka menghadap keatas buka mulut korban dengan memegang lidah dan rahang diantara ibu jari dan jari-jarinya, kemudian mengangkat rahang bawah. Tindakan ini akan menjauhkan lidah dan kerongkongan serta menjauhkan benda asing yang mungkin menyangkut ditempat tersebut. Masukkan jari telunjuk tangan lain menelusuri bagian dalam pipi, jauh kedalam kerongkongan dibagian dasar lidah, kemudian lakukan gerakan mengait untuk melepaskan benda asing serta menggerakkan benda asing tersebut ke dalam mulut sehingga memudahkan untuk diambil. Hati-hati agar tidak mendorong benda asing lebih jauh kedalam jalan napas.
Tamat.
Bantuan Hidup dasar ( BHD ) Bagian 2
Berikan Bantuan Pernafasan
Berikan 2 kali bantuan pernapasan, setiap 1 detik, dengan volume yang cukup untuk dapat mengembangkan dada. Merekomendasikan lamanya memberikan bantuan pernapasan sampai dada mengembang adalah 1 detik demikian halnya berlaku jika bantuan pernapasan diberikan melalui mulut ke mulut dan mulut ke sungkup muka dan ventilasi melalui advanced airway, dan tanpa penambahan oksigen . Selama RJP kegunaan dari ventilasi adalah mempertahankan kadar oksigen yang adekuat, tetapi keadaan paling baik untuk volume tidal, kecepatan pernapasan, dan penambahan konsentrasi oksigen belum diketahui. Rekomendasi secara umum dapat dilakukan: 1. Selama menit pertama fibrilasi ventrikel, bantuan pernapasan mungkin tidak sepenting kompresi dada karena kadar oksigen di dalam darah masih tersisa cukup banyak untuk beberapa menit setelah henti jantung. Pada awal henti jantung, aliran oksigen ke miokardium dan otak terhenti disebabkan berkurangnya aliran darah dan juga kadar oksigen di dalam darah. Selama RJP aliran darah dapat terjadi akibat kompresi dada. Penolong harus dapat memberikan kompresi dada yang efektif dan mengurangi selama sesuatu yang dapat menghentikan kompresi dada. 2. Ventilasi dan kompresi keduanya sangat penting untuk korban dengan fibrilasi ventrikel, ketika oksigen didalam darah telah dipergunakan. Ventilasi dan kompresi juga sangat penting untuk korban akibat Asfiksia, seperti pada anak dan korban tenggelam yang mengalami hipoksemia saat henti jantung. 3. Selama RJP aliran darah ke paru-paru sangat berkurang, oleh sebab itu ratio ventilasi-perfusi dapat dipertahankan dengan volume tidal yang kecil dan kecepatan pernapasan yang normal. Penolong tidak boleh melakukan Hiperventilasi (terlalu banyak meniup atau terlalu besar volume udara). Ventilasi yang berlebihan tidaklah perlu dan berbahaya karena peningkatan tekanan intrathorakal akan menurunkan aliran balik (venous return) ke jantung, dan mengurangi curah jantung (cardiac output) dan mengurangi kelangsungan hidup. 4. Hindari pemberian pernapasan yang terlalu banyak dan terlalu kuat. Pernapasan yang demikian tidak diperlukan dan dapat menyebabkan kembung (distensi lambung) dan dapat menimbulkan komplikasi pada paru-paru. 5. Bantuan napas dari Mulut-ke-Mulut Bantuan pernapasan dari Mulut-ke-Mulut memberikan oksigen dan ventilasi kepada korban. Untuk memberikan bantuan pernapasan mulut-ke-mulut, bukan jalan napas korban, tutup cuping hidung korban, dan mulut penolong mencakup seluruh mulut korban. Berikan 1 kali pernapasan dalam waktu 1 detik, berikan pernapasan biasa, dan berikan bantuan pernapasan kedua dalam waktu 1 detik. memberikan bantuan pernapasan secara biasa untuk mencegah penolong mengalami pusing atau berkunang-kunang. Penyebab umum terjadinya kesulitan ventilasi adalah ketidaktepatan dalam membuka jalan napas, jadi jika dada korban tidak mengembang pada bantuan pernapasan yang pertama, lakukan kembali tengadah kepala topang dagu dan berikan bantuan pernapasan yang kedua.
Bantuan pernapasan dari Mulut-ke-Alat Pelindung pernapasan
Walapun aman, beberapa petugas kesehatan dan penolong awam ragu-ragu untuk melakukan bantuan pernapasan dengan cara Mulut-ke-Mulut dan lebih suka menggunakan alat pelindung. Alat pelindung bantuan pernapasan tidak dapat mengurangi risiko penularan penyakit, dan dapat meningkatkan tahanan aliran udara. Jika anda menggunakan alat pelindung, jangan sampai terlambat memberikan bantuan pernapasan. Alat pelindung terdiri dari 2 tipe 1. Pelindung Wajah 2. Sungkup Wajah Pelindung wajah berbentuk selembar plastik bening atau lembaran silikon yang dapat mengurangi sentuhan antara korban dan penolong tetapi tidak dapat mencegah terjadinya kontaminasi pada sisi penolong. Sungkup wajah ada yang telah dilengkapi dengan lubang untuk memasukan oksigen, ketika oksigen telah tersedia berikan oksigen dengan aliran sebanyak 10-12 liter/menit.
Ventilasi dari Mulut-ke-Hidung dan Mulut-ke-Stoma
Ventilasi Mulut-ke-hidung direkomendasikan jika pemberian ventilasi melalui mulut korban tidak dapat dilakukan (misalnya luka yang sangat berat pada mulut), mulut tidak dapat dibuka, korban berada di dalam air, atau mencakup mulut korban tidak dapat dilakukan. Pada beberapa kasus tindakan bantuan pernapasan Mulut-ke- Hidung pada orang dewasa mudah dilakukan, aman, dan efektif. Berikan bantuan pernapasan pada korban dengan Trakhea Stoma yang memerlukan pernapasan. Alternatif lain dapat dipergunakan sungkup muka anak-anak untuk memberikan bantuan pernapasan melalui Trakhea Stoma. Tidak ada penelitian mengenai keamanan, keefektifan, ventilasi dari mulut-ke-stoma.
Ventilasi
Bagging-Sungkup
Ventilasi bagging-sungkup memerlukan keterampilan untuk dapat melakukannya. Penolong seorang diri menggunakan alat bagging-sungkup harus dapat mempertahankan terbukanya jalan napas dengan menggangkat rahang bawah, tekan sungkup ke muka korban dengan kuat dan memompa udara dengan memeras bagging. Penolong harus dapat melihat dengan jelas pergerakan dada korban pada setiap pernapasan. Bagging-sungkup sangat efektif bila dilakukan oleh 2 penolong dan berpengalaman. Salah seorang penolong membuka jalan napas dan menempelkan sungkup ke wajah korban sambil penolong lain memeras bagging. Keduanya harus memperhatikan pengembangan dada korban. Penolong harus menggunakan bagging ukuran dewasa (1-2 liter) untuk memberikan volume tidal yang cukup mengembangkan dada korban. Jika jalan napas terbuka dan tidak ada kebocoran, volume udara yang diberikan dengan menggunakan bagging berukuran 1 liter sekitar 1/2 sampai % dari volume bagging atau jika menggunakan bagging berukuran 2 liter volume udara yang diberikan 1/2 dari volume bagging. Selama korban belum di pasang Endotracheal tube, penolong harus melakukan 30 kompresi dada dan 2 ventilasi. Penolong memberikan pernapasan selama kompresi berhenti sejenak dalam waktu 1 detik.. Petugas kesehatan dapat mempergunakan tambahan oksigen (10-12 liter/menit) jika tersedia. Idealnya bagging dengan kantong oksigen dapat memberikan oksigen 100%.
Ventilasi dengan advanced airway
Ketika korban selama RJP telah terpasang Advanced airway , 2 orang penolong tidak lagi menggunakan siklus. Sebagai penggantinya kompresi dilakukan dengan kecepatan 100 kali/menit tanpa berhenti untuk memberikan ventilasi. Penolong memberikan ventilasi 8-10 kali/menit. Kedua penolong harus bergantian dalam melakukan kompresi dan ventilasi setelah melakukan RJP selama 2 menit untuk mencegah kelelahan pada penolong yang melakukan kompresi sehingga terjadi kekacauan dalam hal kualitas dan kecepatan kompresi dada. Jika penolong dalam jumlah banyak, lakukan rotasi kompresi dada setiap 2 menit. Penolong harus menghindari pemberian ventilasi yang terlalu banyak lebih baik sesuai dengan jumlah pernapasan yang direkomendasikan dan membatasi volume tidal hanya sampai dada mengembang . Pada penelitian memperlihatkan pemberian napas lebih dari 12 kali/menit selama RJP mempunyai peranan dalam meningkatkan tekanan intrathorak, mengurangi aliran balik ke jantung selama kompresi dada. Pengurangan aliran balik ke jantung menyebabkan curah jantung menurun selama kompresi dada dan juga mengurangi aliran darah ke arteri koroner dan perfusi otak. Pentingnya penolong mempertahankan kecepatan ventilasi 8-10 kali/menit selama RJP dan jangan memperbanyak ventilasi.
Cek Denyut Nadi
Penolong awam sebanyak 10% gagal dalam menilai ketidakadaan denyut nadi dan sebanyak 40% gagal dalam menilai adanya denyut nadi. Untuk mempermudah dalam pelatihan, penolong awam akan diajarkan untuk mengasumsikan jika korban tidak sadar dan tidak bernapas maka korban juga mengalami henti jantung. Petugas kesehatan dapat juga memerlukan waktu lama dalam menilai denyut nadi dan mengalami kesulitan menentukan ada tidaknya denyut nadi. Petugas kesehatan tidak boleh melebihi waktu 10 detik dalam menilai ada tidaknya denyut nadi. Jika dalam 10 detik tidak juga dapat menentukan ada tidaknya denyut nadi, lakukan kompresi dada.
Bantuan pernapasan tanpa kompresi dada
Jika korban dewasa dengan sirkulasi spontan (denyut nadi teraba) berikan pernolongan atau bantuan pernapasan, berikan bentuan pernapasan dengan kecepatan 10-12 kali/menit atau 1 kali pernapasan diberikan setiap 5-6 detik. Setiap pernapasan diberikan dalam waktu 1 detik tanpa menghiraukan apakah advanced airway terpasang atau tidak. Setiap pernapasan harus dapat mengembangkan dada. Selama pemberian bantuan pernapasan, ulangi pemeriksaan denyut nadi setiap 2 menit, tetapi tidak melebihi waktu 10 detik dalm menilai denyut nadi.
Kompresi Dada
Kompresi dada merupakan tindakan yang berirama berupa penekanan pada tulang sternum bagian setengah bawah. Kompresi dada dapat menimbulkan aliran darah dikarenakan peningkatan tekanan intrathorak dan kompresi langsung pada jantung. Walaupun kompresi dada dapat menimbulkan tekanan sistolik pada arteri, namun tekananya hanya 60-80 mmHg, tekanan diastolik sangat rendah dan tekanan arteri didalam arteri karotis jarang mencapai 40 mmHg. Aliran darah yang ditimbulkan oleh kompresi dada sangatlah kecil, tetapi sangat penting untuk dapat membawa oksigen ke otak dan otot jantung. Pada korban dengan fibrilasi ventrikel kompresi dada dapat meningkatkan keberhasilan melakukan tindakan defibrilasi. Beberapa kesimpulan tentang kompresi dada pada Konfrensi konsensus 2005 adalah sebagai berikut: 1. Kompresi dada yang efektif merupakan dasar untuk dapat menimbulkan aliran darah selama RJP. 2. untuk dapat memberikan kompresi dada yang efektif dengan cara tekan yang keras dan tekan dengan cepat. Kompresi dada pada orang dewasa kecepatannya adalah 100 kali/menit, dengan kedalaman kompresi 11/2 -2 inch (4-5 cm). 3. Mengurangi penghentiart kompresi dada.
Cara melakukan kompresi dada
Untuk dapat memaksimalkan keefekrifan kompresi dada, korban harus dalam posisi terlentang diatas alas yang keras (mis : papan punggung atau lantai) dengan posisi penolong berlurut di sisi korban setinggi thorak. Penolong dapat menekan setengah bawah dari tulang sternum korban di tengah dada, diantara kedua puting susu. Penolong dapat meletakkan telapak tangan pertama diatas tulang sternum di tengah dada diantara kedua puting dan letakan telapak tangan kedua diatas telapak tangan pertama sehingga telapak tangan akan saling bertumpuk dan paralel. Tekanlan tulang sternum sedalam 11/2-2 inch (kira-kira 4-5 cm) dan membiarkan dada kembali keposisi normal. Dengan membiarkan dada kembali ke posisi normal menyebabkan terjadinya aliran balik ke jantung, ini sangat penting untuk keefektifan RJP, dan harus diberi penekanan pada saat memberikan pelatihan. Waktu kompresi dan relaksasi dada kira-kira haruslah sama. Pada penelitian tentang kompresi dada di dalam dan di luar rumah sakit menunjukkan bahwa 40% kompresi dada kurang kedalamannya. Penolong harus berlatih melakukan kompresi dada dengan baik, dan bergantian dengan yang lain setiap beberapa menit untuk mengurangi kelelahan yang menyebabkan tidak adekuatnya kedalaman kompresi dan kecepatan kecepatan kompresi. Penelitian pada manusia melakukan kompresi dada dengan kecepatan > 80 kali/menit menghasilkan aliran darah selama RJP, oleh karena itu kecepatan kompresi yang direkomendasikan adalah 100 kali/menit.
Ratio kompresi-ventilasi
Ratio kompresi-ventilasi yang direkomendasikan adalah 30 : 2. Ratio ini merupakan hasil konsensus dasar dari para ahli. Rasio ini dibuat untuk meningkatkan jumlah kompresi dada, mengurangi kejadian hiperventilasi, mengurangi pemberhentian kompresi untuk melakukan ventilasi dan menyederhanakan pelatihan. Penelitian dengan menggunakan boneka bahwa dengan rasio kompresi ventilasi 30 : 2 penolong merasa lebih melelahkan daripada dengan menggunakan rasio 15:2. Ketika korban selama RJP telah terpasang Advanced airway , 2 orang penolong tidak lagi menggunakan siklus. Sebagai penggantinya kompresi dilakukan dengan kecepatan 100 kali/menit tanpa berhenti untuk memberikan ventilasi. Penolong memberikan ventilasi 8-10 kali/menit. Kedua penolong harus bergantian dalam melakukan kompresi dan ventilasi setelah melakukan RJP selama 2 menit untuk mencegah kelelahan pada penolong yang melakukan kompresi sehingga terjadi kekacauan dalam hal kualitas dan kecepatan kompresi dada. Jika penolong dalam jumlah banyak, lakukan rotasi kompresi dada setiap 2 menit.
Bersambung....
Berikan 2 kali bantuan pernapasan, setiap 1 detik, dengan volume yang cukup untuk dapat mengembangkan dada. Merekomendasikan lamanya memberikan bantuan pernapasan sampai dada mengembang adalah 1 detik demikian halnya berlaku jika bantuan pernapasan diberikan melalui mulut ke mulut dan mulut ke sungkup muka dan ventilasi melalui advanced airway, dan tanpa penambahan oksigen . Selama RJP kegunaan dari ventilasi adalah mempertahankan kadar oksigen yang adekuat, tetapi keadaan paling baik untuk volume tidal, kecepatan pernapasan, dan penambahan konsentrasi oksigen belum diketahui. Rekomendasi secara umum dapat dilakukan: 1. Selama menit pertama fibrilasi ventrikel, bantuan pernapasan mungkin tidak sepenting kompresi dada karena kadar oksigen di dalam darah masih tersisa cukup banyak untuk beberapa menit setelah henti jantung. Pada awal henti jantung, aliran oksigen ke miokardium dan otak terhenti disebabkan berkurangnya aliran darah dan juga kadar oksigen di dalam darah. Selama RJP aliran darah dapat terjadi akibat kompresi dada. Penolong harus dapat memberikan kompresi dada yang efektif dan mengurangi selama sesuatu yang dapat menghentikan kompresi dada. 2. Ventilasi dan kompresi keduanya sangat penting untuk korban dengan fibrilasi ventrikel, ketika oksigen didalam darah telah dipergunakan. Ventilasi dan kompresi juga sangat penting untuk korban akibat Asfiksia, seperti pada anak dan korban tenggelam yang mengalami hipoksemia saat henti jantung. 3. Selama RJP aliran darah ke paru-paru sangat berkurang, oleh sebab itu ratio ventilasi-perfusi dapat dipertahankan dengan volume tidal yang kecil dan kecepatan pernapasan yang normal. Penolong tidak boleh melakukan Hiperventilasi (terlalu banyak meniup atau terlalu besar volume udara). Ventilasi yang berlebihan tidaklah perlu dan berbahaya karena peningkatan tekanan intrathorakal akan menurunkan aliran balik (venous return) ke jantung, dan mengurangi curah jantung (cardiac output) dan mengurangi kelangsungan hidup. 4. Hindari pemberian pernapasan yang terlalu banyak dan terlalu kuat. Pernapasan yang demikian tidak diperlukan dan dapat menyebabkan kembung (distensi lambung) dan dapat menimbulkan komplikasi pada paru-paru. 5. Bantuan napas dari Mulut-ke-Mulut Bantuan pernapasan dari Mulut-ke-Mulut memberikan oksigen dan ventilasi kepada korban. Untuk memberikan bantuan pernapasan mulut-ke-mulut, bukan jalan napas korban, tutup cuping hidung korban, dan mulut penolong mencakup seluruh mulut korban. Berikan 1 kali pernapasan dalam waktu 1 detik, berikan pernapasan biasa, dan berikan bantuan pernapasan kedua dalam waktu 1 detik. memberikan bantuan pernapasan secara biasa untuk mencegah penolong mengalami pusing atau berkunang-kunang. Penyebab umum terjadinya kesulitan ventilasi adalah ketidaktepatan dalam membuka jalan napas, jadi jika dada korban tidak mengembang pada bantuan pernapasan yang pertama, lakukan kembali tengadah kepala topang dagu dan berikan bantuan pernapasan yang kedua.
Bantuan pernapasan dari Mulut-ke-Alat Pelindung pernapasan
Walapun aman, beberapa petugas kesehatan dan penolong awam ragu-ragu untuk melakukan bantuan pernapasan dengan cara Mulut-ke-Mulut dan lebih suka menggunakan alat pelindung. Alat pelindung bantuan pernapasan tidak dapat mengurangi risiko penularan penyakit, dan dapat meningkatkan tahanan aliran udara. Jika anda menggunakan alat pelindung, jangan sampai terlambat memberikan bantuan pernapasan. Alat pelindung terdiri dari 2 tipe 1. Pelindung Wajah 2. Sungkup Wajah Pelindung wajah berbentuk selembar plastik bening atau lembaran silikon yang dapat mengurangi sentuhan antara korban dan penolong tetapi tidak dapat mencegah terjadinya kontaminasi pada sisi penolong. Sungkup wajah ada yang telah dilengkapi dengan lubang untuk memasukan oksigen, ketika oksigen telah tersedia berikan oksigen dengan aliran sebanyak 10-12 liter/menit.
Ventilasi dari Mulut-ke-Hidung dan Mulut-ke-Stoma
Ventilasi Mulut-ke-hidung direkomendasikan jika pemberian ventilasi melalui mulut korban tidak dapat dilakukan (misalnya luka yang sangat berat pada mulut), mulut tidak dapat dibuka, korban berada di dalam air, atau mencakup mulut korban tidak dapat dilakukan. Pada beberapa kasus tindakan bantuan pernapasan Mulut-ke- Hidung pada orang dewasa mudah dilakukan, aman, dan efektif. Berikan bantuan pernapasan pada korban dengan Trakhea Stoma yang memerlukan pernapasan. Alternatif lain dapat dipergunakan sungkup muka anak-anak untuk memberikan bantuan pernapasan melalui Trakhea Stoma. Tidak ada penelitian mengenai keamanan, keefektifan, ventilasi dari mulut-ke-stoma.
Ventilasi
Bagging-Sungkup
Ventilasi bagging-sungkup memerlukan keterampilan untuk dapat melakukannya. Penolong seorang diri menggunakan alat bagging-sungkup harus dapat mempertahankan terbukanya jalan napas dengan menggangkat rahang bawah, tekan sungkup ke muka korban dengan kuat dan memompa udara dengan memeras bagging. Penolong harus dapat melihat dengan jelas pergerakan dada korban pada setiap pernapasan. Bagging-sungkup sangat efektif bila dilakukan oleh 2 penolong dan berpengalaman. Salah seorang penolong membuka jalan napas dan menempelkan sungkup ke wajah korban sambil penolong lain memeras bagging. Keduanya harus memperhatikan pengembangan dada korban. Penolong harus menggunakan bagging ukuran dewasa (1-2 liter) untuk memberikan volume tidal yang cukup mengembangkan dada korban. Jika jalan napas terbuka dan tidak ada kebocoran, volume udara yang diberikan dengan menggunakan bagging berukuran 1 liter sekitar 1/2 sampai % dari volume bagging atau jika menggunakan bagging berukuran 2 liter volume udara yang diberikan 1/2 dari volume bagging. Selama korban belum di pasang Endotracheal tube, penolong harus melakukan 30 kompresi dada dan 2 ventilasi. Penolong memberikan pernapasan selama kompresi berhenti sejenak dalam waktu 1 detik.. Petugas kesehatan dapat mempergunakan tambahan oksigen (10-12 liter/menit) jika tersedia. Idealnya bagging dengan kantong oksigen dapat memberikan oksigen 100%.
Ventilasi dengan advanced airway
Ketika korban selama RJP telah terpasang Advanced airway , 2 orang penolong tidak lagi menggunakan siklus. Sebagai penggantinya kompresi dilakukan dengan kecepatan 100 kali/menit tanpa berhenti untuk memberikan ventilasi. Penolong memberikan ventilasi 8-10 kali/menit. Kedua penolong harus bergantian dalam melakukan kompresi dan ventilasi setelah melakukan RJP selama 2 menit untuk mencegah kelelahan pada penolong yang melakukan kompresi sehingga terjadi kekacauan dalam hal kualitas dan kecepatan kompresi dada. Jika penolong dalam jumlah banyak, lakukan rotasi kompresi dada setiap 2 menit. Penolong harus menghindari pemberian ventilasi yang terlalu banyak lebih baik sesuai dengan jumlah pernapasan yang direkomendasikan dan membatasi volume tidal hanya sampai dada mengembang . Pada penelitian memperlihatkan pemberian napas lebih dari 12 kali/menit selama RJP mempunyai peranan dalam meningkatkan tekanan intrathorak, mengurangi aliran balik ke jantung selama kompresi dada. Pengurangan aliran balik ke jantung menyebabkan curah jantung menurun selama kompresi dada dan juga mengurangi aliran darah ke arteri koroner dan perfusi otak. Pentingnya penolong mempertahankan kecepatan ventilasi 8-10 kali/menit selama RJP dan jangan memperbanyak ventilasi.
Cek Denyut Nadi
Penolong awam sebanyak 10% gagal dalam menilai ketidakadaan denyut nadi dan sebanyak 40% gagal dalam menilai adanya denyut nadi. Untuk mempermudah dalam pelatihan, penolong awam akan diajarkan untuk mengasumsikan jika korban tidak sadar dan tidak bernapas maka korban juga mengalami henti jantung. Petugas kesehatan dapat juga memerlukan waktu lama dalam menilai denyut nadi dan mengalami kesulitan menentukan ada tidaknya denyut nadi. Petugas kesehatan tidak boleh melebihi waktu 10 detik dalam menilai ada tidaknya denyut nadi. Jika dalam 10 detik tidak juga dapat menentukan ada tidaknya denyut nadi, lakukan kompresi dada.
Bantuan pernapasan tanpa kompresi dada
Jika korban dewasa dengan sirkulasi spontan (denyut nadi teraba) berikan pernolongan atau bantuan pernapasan, berikan bentuan pernapasan dengan kecepatan 10-12 kali/menit atau 1 kali pernapasan diberikan setiap 5-6 detik. Setiap pernapasan diberikan dalam waktu 1 detik tanpa menghiraukan apakah advanced airway terpasang atau tidak. Setiap pernapasan harus dapat mengembangkan dada. Selama pemberian bantuan pernapasan, ulangi pemeriksaan denyut nadi setiap 2 menit, tetapi tidak melebihi waktu 10 detik dalm menilai denyut nadi.
Kompresi Dada
Kompresi dada merupakan tindakan yang berirama berupa penekanan pada tulang sternum bagian setengah bawah. Kompresi dada dapat menimbulkan aliran darah dikarenakan peningkatan tekanan intrathorak dan kompresi langsung pada jantung. Walaupun kompresi dada dapat menimbulkan tekanan sistolik pada arteri, namun tekananya hanya 60-80 mmHg, tekanan diastolik sangat rendah dan tekanan arteri didalam arteri karotis jarang mencapai 40 mmHg. Aliran darah yang ditimbulkan oleh kompresi dada sangatlah kecil, tetapi sangat penting untuk dapat membawa oksigen ke otak dan otot jantung. Pada korban dengan fibrilasi ventrikel kompresi dada dapat meningkatkan keberhasilan melakukan tindakan defibrilasi. Beberapa kesimpulan tentang kompresi dada pada Konfrensi konsensus 2005 adalah sebagai berikut: 1. Kompresi dada yang efektif merupakan dasar untuk dapat menimbulkan aliran darah selama RJP. 2. untuk dapat memberikan kompresi dada yang efektif dengan cara tekan yang keras dan tekan dengan cepat. Kompresi dada pada orang dewasa kecepatannya adalah 100 kali/menit, dengan kedalaman kompresi 11/2 -2 inch (4-5 cm). 3. Mengurangi penghentiart kompresi dada.
Cara melakukan kompresi dada
Untuk dapat memaksimalkan keefekrifan kompresi dada, korban harus dalam posisi terlentang diatas alas yang keras (mis : papan punggung atau lantai) dengan posisi penolong berlurut di sisi korban setinggi thorak. Penolong dapat menekan setengah bawah dari tulang sternum korban di tengah dada, diantara kedua puting susu. Penolong dapat meletakkan telapak tangan pertama diatas tulang sternum di tengah dada diantara kedua puting dan letakan telapak tangan kedua diatas telapak tangan pertama sehingga telapak tangan akan saling bertumpuk dan paralel. Tekanlan tulang sternum sedalam 11/2-2 inch (kira-kira 4-5 cm) dan membiarkan dada kembali keposisi normal. Dengan membiarkan dada kembali ke posisi normal menyebabkan terjadinya aliran balik ke jantung, ini sangat penting untuk keefektifan RJP, dan harus diberi penekanan pada saat memberikan pelatihan. Waktu kompresi dan relaksasi dada kira-kira haruslah sama. Pada penelitian tentang kompresi dada di dalam dan di luar rumah sakit menunjukkan bahwa 40% kompresi dada kurang kedalamannya. Penolong harus berlatih melakukan kompresi dada dengan baik, dan bergantian dengan yang lain setiap beberapa menit untuk mengurangi kelelahan yang menyebabkan tidak adekuatnya kedalaman kompresi dan kecepatan kecepatan kompresi. Penelitian pada manusia melakukan kompresi dada dengan kecepatan > 80 kali/menit menghasilkan aliran darah selama RJP, oleh karena itu kecepatan kompresi yang direkomendasikan adalah 100 kali/menit.
Ratio kompresi-ventilasi
Ratio kompresi-ventilasi yang direkomendasikan adalah 30 : 2. Ratio ini merupakan hasil konsensus dasar dari para ahli. Rasio ini dibuat untuk meningkatkan jumlah kompresi dada, mengurangi kejadian hiperventilasi, mengurangi pemberhentian kompresi untuk melakukan ventilasi dan menyederhanakan pelatihan. Penelitian dengan menggunakan boneka bahwa dengan rasio kompresi ventilasi 30 : 2 penolong merasa lebih melelahkan daripada dengan menggunakan rasio 15:2. Ketika korban selama RJP telah terpasang Advanced airway , 2 orang penolong tidak lagi menggunakan siklus. Sebagai penggantinya kompresi dilakukan dengan kecepatan 100 kali/menit tanpa berhenti untuk memberikan ventilasi. Penolong memberikan ventilasi 8-10 kali/menit. Kedua penolong harus bergantian dalam melakukan kompresi dan ventilasi setelah melakukan RJP selama 2 menit untuk mencegah kelelahan pada penolong yang melakukan kompresi sehingga terjadi kekacauan dalam hal kualitas dan kecepatan kompresi dada. Jika penolong dalam jumlah banyak, lakukan rotasi kompresi dada setiap 2 menit.
Bersambung....
Keperawatan Kritis, Bantuan Hidup Dasar ( BHD ) Bagian 1
Bantuan Hidup Dasar meliputi penilaian terhadap gejala dan tanda Henti Jantung Mendadak (Sudden Cardiac Arrest), serangan jantung, Stroke, dan Sumbatan jalan napas oleh benda asing; Resusitasi jantung paru (RJP); dan defibrilasi dengan menggunakan automated external defibrilator (AED). Pelajaran ini diperuntukkan bagi penolong awam dan petugas kesehatan. Henti jantung mendadak merupakan penyebab kematian utama di Amerika serikat dan Kanada. Irama jantung yang pertama kali terlihat, sebanyak > 40% pada korban diluar rumah sakit dengan henti jantung mendadak adalah Fibrilasi Ventrikel. Pada kenyataannya banyak korban pada awal kejadian henti jantung mendadak irama jantungnya adalah Fibrilasi Ventrikel atau Takikardi Ventrikel, tetapi dengan berjalannya waktu irama pertama yang terlihat telah berubah menjadi asistol. Banyak korban henti jantung mendadak dapat tertolong jika penolong melakukan sesuatu (RJP) dengan cepat selama irama jantung masih fibrilasi ventrikel, tetapi keberhasilan resusitasi tidak akan pemah terjadi jika irama telah berubah menjadi asistol. Pengobatan henti jantung mendadak dengan fibrilasi ventrikel adalah penolong segera melakukan RJP dengan dilakukan defibrilasi. Penyebab henti jantung mendadak dapat disebabkan oleh trauma, overdosis obat, tenggelam, dan asfiksia pada anak-anak, RJP dengan melakukan kompresi dan bantuan pernapasan harus dilakukan pada korban tersebut. AHA menggunakan 4 buah lingkaran dalam sebuah rantai (the “Chain of Survival") untuk mengilustrasikan pentingnya tindakan dalam menolong korban dengan henti jantung mendadak dengan fibrilasi ventrikel.
Periksa Kesadaran
Setelah penolong yakin bahwa lingkungan telah aman, penolong harus memeriksa kesadaran korban. Cara melakukan menilaian kesadaran, tepuk atau goyangkan korban pada bahunya sambil berkata " Apakah Anda baik-baik saja?" jika korban ternyata bereaksi tetapi dalam keadaan terluka atau perlu pertolongan medis, tinggalkan korban segera mencari bantuan atau menelepon ambulance, kemudian kembali sesegera mungkin dan selalu menilai kondisi korban.
Mengaktifkan sistem gawat darurat
Jika penolong seorang diri menemukan korban yang tidak sadar (tidak ada pergerakan atau tidak bereaksi terhadap rangsangan), penolong harus mengaktifkan sistem gawat darurat, ambil AED (jika tersedia), dan kembali ke korban untuk melakukan RJP dan mempergunakan AED jika diperlukan. Jika ada 2 atau lebih penolong, salah satu penolong memulai RJP dan penolong lainnya mengaktifkan sistem gawat darurat serta mengambil AED (jika tersedia). Jika keadaan gawat darurat terjadi didalam gedung yang telah mempunyai sistem Gawat Darurat sendiri, segera memberitahukan untuk melakukan pertolongan. Petugas kesehatan dapat menyesuaikan rangkaian pertolongan sesuai dengan penyebab henti jantungnya. Jika seorang petugas kesehatan seorang diri melihat seorang dewasa atau anak-anak mendadak pingsan, serta kemungkinan pingsan tersebut disebabkan oleh gangguan jantung, maka petugas kesehatan segera mencari bantuan dan mengambil AED serta kembali ke korban untuk melakukan RJP dan menggunakan AED. Jika petugas kesehatan seorang diri menolong korban yang tenggelam atau korban lain yang disebabkan oleh Asfiksia untuk semua usia, petugas kesehatan harus melakukan 5 siklus (kurang lebih 2 menit) RJP sebelum meninggalkan korban untuk mengaktifkan sistem gawat darurat. Ketika meminta bantuan pertolongnn, penolong harus dapat menjawab pertanyaan dari petugas gawat darurat tentang lokasi kejadian, penyebabnya, jumlah dan kondisi korban, dan jenis pertolongan yang akan diberikan.
Buka jalan nafas dan Periksa Pernafasan
Untuk persiapan tindakan RJP, letakan korban pada alas atau tempat yang keras dalam keadaan terlentang, jika korban yang tidak sadar dalam keadaan tengkurap, putar korban keposisi terlentang. Jika pasien di rumah sakit dengan menggunakan Advanced Airway (ETT, Laryngeal mask airway (LMA) atau esophageal tracheal combitube (combitube) tidak dapat ditempatkan pada posisi terlentang (misalnya pada Operasi Tulang Belakang), petugas kesehatan dapat melakukan RJP dengan posisi pasien tengkurap.
Buka jalan Nafas
Petugas kesehatan menggunakan manuever tengadah kepada topang dagu (head till-chin lift manuver) untuk membuka jalan napas untuk korban yang tidak mengalami cedera kepala dan leher. Jika petugas kesehatan memperkirakan adanya trauma pada tulang belakang, membuka jalan napas dengan mempergunakan tehnik Jaw Thrust tanpa ekstensi kepala. Dikarenakan membuka jalan napas dan pemberian pernapasan yang adekuat adalah prioritas utama pada RJP , maka pergunakan tehnik tengadah kepala topang dagu jika tehnik Jaw Thrust tidak berhasil membuka jalan napas.
Periksa Pernafasan
Sambil mempertahankan terbukanya jalan napas, lakukan tehnik lihat, dengar dan rasakan untuk memeriksa pernapasan. Jika penolong awam dan tidak yakin dapat menilai pernapasan normal atau jika petugas kesehatan tidak mendeteksi pernapasan yang adekuat selama 10 detik, berikan 2 kali bantuan pernapasan. Jika penolong awam dan petugas kesehatan segan (tidak mau melakukan) atau tidak dapat memberikan bantuan pernapasan, mulailah kompresi dada. Petugas kesehatan sama dengan penolong awam dapat terjadi kesalahan dalam menilai pernapasan pada korban yang tidak sadar, karena jalan napas tidak terbuka atau korban dalam keadaan gasping (napas satu-satu), dimana dapat terjadi pada menit pertama setelah henti jantung mendadak dan dapat keliru dengan pernapasan adekuat. Pernapasan gasping (napas satu-satu) tidak efektif, korban harus diberikan bantuan pernapasan jika tidak bernapas. Pelatihan RJP harus dapat menekankan pentingnya mengenal pernapasan gasping dan memberikan perintah untuk memberikan bantuan pernapasan dan memulai rangkaian RJP ketika korban tidak sadar memperlihatkan pernapasan gasping.
Bersambung....
Periksa Kesadaran
Setelah penolong yakin bahwa lingkungan telah aman, penolong harus memeriksa kesadaran korban. Cara melakukan menilaian kesadaran, tepuk atau goyangkan korban pada bahunya sambil berkata " Apakah Anda baik-baik saja?" jika korban ternyata bereaksi tetapi dalam keadaan terluka atau perlu pertolongan medis, tinggalkan korban segera mencari bantuan atau menelepon ambulance, kemudian kembali sesegera mungkin dan selalu menilai kondisi korban.
Mengaktifkan sistem gawat darurat
Jika penolong seorang diri menemukan korban yang tidak sadar (tidak ada pergerakan atau tidak bereaksi terhadap rangsangan), penolong harus mengaktifkan sistem gawat darurat, ambil AED (jika tersedia), dan kembali ke korban untuk melakukan RJP dan mempergunakan AED jika diperlukan. Jika ada 2 atau lebih penolong, salah satu penolong memulai RJP dan penolong lainnya mengaktifkan sistem gawat darurat serta mengambil AED (jika tersedia). Jika keadaan gawat darurat terjadi didalam gedung yang telah mempunyai sistem Gawat Darurat sendiri, segera memberitahukan untuk melakukan pertolongan. Petugas kesehatan dapat menyesuaikan rangkaian pertolongan sesuai dengan penyebab henti jantungnya. Jika seorang petugas kesehatan seorang diri melihat seorang dewasa atau anak-anak mendadak pingsan, serta kemungkinan pingsan tersebut disebabkan oleh gangguan jantung, maka petugas kesehatan segera mencari bantuan dan mengambil AED serta kembali ke korban untuk melakukan RJP dan menggunakan AED. Jika petugas kesehatan seorang diri menolong korban yang tenggelam atau korban lain yang disebabkan oleh Asfiksia untuk semua usia, petugas kesehatan harus melakukan 5 siklus (kurang lebih 2 menit) RJP sebelum meninggalkan korban untuk mengaktifkan sistem gawat darurat. Ketika meminta bantuan pertolongnn, penolong harus dapat menjawab pertanyaan dari petugas gawat darurat tentang lokasi kejadian, penyebabnya, jumlah dan kondisi korban, dan jenis pertolongan yang akan diberikan.
Buka jalan nafas dan Periksa Pernafasan
Untuk persiapan tindakan RJP, letakan korban pada alas atau tempat yang keras dalam keadaan terlentang, jika korban yang tidak sadar dalam keadaan tengkurap, putar korban keposisi terlentang. Jika pasien di rumah sakit dengan menggunakan Advanced Airway (ETT, Laryngeal mask airway (LMA) atau esophageal tracheal combitube (combitube) tidak dapat ditempatkan pada posisi terlentang (misalnya pada Operasi Tulang Belakang), petugas kesehatan dapat melakukan RJP dengan posisi pasien tengkurap.
Buka jalan Nafas
Petugas kesehatan menggunakan manuever tengadah kepada topang dagu (head till-chin lift manuver) untuk membuka jalan napas untuk korban yang tidak mengalami cedera kepala dan leher. Jika petugas kesehatan memperkirakan adanya trauma pada tulang belakang, membuka jalan napas dengan mempergunakan tehnik Jaw Thrust tanpa ekstensi kepala. Dikarenakan membuka jalan napas dan pemberian pernapasan yang adekuat adalah prioritas utama pada RJP , maka pergunakan tehnik tengadah kepala topang dagu jika tehnik Jaw Thrust tidak berhasil membuka jalan napas.
Periksa Pernafasan
Sambil mempertahankan terbukanya jalan napas, lakukan tehnik lihat, dengar dan rasakan untuk memeriksa pernapasan. Jika penolong awam dan tidak yakin dapat menilai pernapasan normal atau jika petugas kesehatan tidak mendeteksi pernapasan yang adekuat selama 10 detik, berikan 2 kali bantuan pernapasan. Jika penolong awam dan petugas kesehatan segan (tidak mau melakukan) atau tidak dapat memberikan bantuan pernapasan, mulailah kompresi dada. Petugas kesehatan sama dengan penolong awam dapat terjadi kesalahan dalam menilai pernapasan pada korban yang tidak sadar, karena jalan napas tidak terbuka atau korban dalam keadaan gasping (napas satu-satu), dimana dapat terjadi pada menit pertama setelah henti jantung mendadak dan dapat keliru dengan pernapasan adekuat. Pernapasan gasping (napas satu-satu) tidak efektif, korban harus diberikan bantuan pernapasan jika tidak bernapas. Pelatihan RJP harus dapat menekankan pentingnya mengenal pernapasan gasping dan memberikan perintah untuk memberikan bantuan pernapasan dan memulai rangkaian RJP ketika korban tidak sadar memperlihatkan pernapasan gasping.
Bersambung....
Subscribe to:
Posts (Atom)