Wednesday, September 24, 2008

Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Nafas

PENDAHULUAN

Gagal nafas akut adalah kegagalan system pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan.

KLASIFIKASI GAGAL NAFAS


Tipe I : Disebut gagal nafas normokapnu hipoksemia : PaO2 rendah dan PCO2 normal.
Tipe II : Disebut gagal nafas Hiperkapnu hipoksemia : PaO2 rendah dan PCO2 Tinggi.

MEKANISME GAGAL NAFAS


A. Hipoventilasi
Hipoventulasi menyebabkan retensi CO2 , Penyebabnya :
1. Kerusakan atau depresi pada system saraf pengontrol pernafasan.
a. Luka di kepala
b. Perdarahan / thrombus serebral
c. Obat yang menekan pernafasan
2. Gangguan neuromuscular
a. Kerusakan pada spinal
b. Tetanus
c. obat – obatan
3. Obstruksi paru
a. asthma
b. Broncitis kronis
c. Sumbatan jalan nafas
d. Emfisema
4. Restriksi paru
a. Ca paru
b. “ Flail chest “
c. Efusi pleura
d. Pneumothoraks

B. “ V/Q Mismatching “

V/Q rendah artinya : perfusi lebih besar dari ventilasi, sehingga terjadi hipoksemia karena darah yang dibawa dari alveolar tidak teroksigenasi seluruhnya.

V/Q Tinggi artinya : Ventilasi lebih besar daripada perfusi , sehingga darah yang teroksigenasi tidak dapat diperfusikan.

Penyebab :

1. Gangguan pada luas daerah untuk ventilasi
a. Asthma
b. Broncitis kronis
c. Emfisema
d. Atelektasis
e. Benda asing
f. Tumor
2. Gangguan pada luas permukaan untuk perfusi
a. Emboli paru
b. curah jantung rendah
c. PEE yang terlalu tinggi

C. Shunt ( Pirau )

Darah yang dibawa dari jantung sebelah kanan dibawa ke jantung kiri tanpa dioksigenasi.

Penyebab :

1. kolaps pada alveoli
a. Atelektasis
b. Pneumotoraks
c. Hematotoraks
2. gangguan difusi
a. Edema paru
b. ARDS

D. Gangguan difusi

Penyebab :
1. Penumpukan cairan
2. Gangguan pada area untuk berdifusi

PENGKAJIAN

A. Subyektif
1. Riwayat penyakit
2. Faktor pencetus
3. Gejala sulit bernafas
4. Tanda – tanda hiperkapnu

B. Objektif ( Tanda dan gejala )
1. Respiratory distress
2. Hipoksemia / hipoksia
3. Hiperkapnu

C. Diagnostik
1. Analisa gas darah
a. PaO2 50 – 60 mmHg
b. PaCo2 50 mmHg dengan PH 7.30
2. Foto thoraks

PENATALAKSANAAN

1. Atasi Penyebab
2. Mempertahankan jalan nafas dan meningkatkan ventilasi
a. Posisi pasien setengah duduk
b. Hidrasi
Memberikan cairan 2-3 ltr/24 jam
c. Bronchial hygiene dan fisiotherapi dada
- Latihan nafas dalam
- Analgetik saat fisiotherapi
- Jika ada ronchi anjurkan klien untuk batuk atau lakukan suctioning
- Postural drainase, vibrasi dan perkusi mungkin dibutuhkan
d. Pemberian obat – obatan
- Bronchodilator
- Ekspectoran
- Sedativ, jika pasien gelisah
e. Bronkoskopi
Jika lendir tidak bisa keluar dengan suctioning
f. Intubasi dan ventilasi mekanik
- Jika PaCO2 cenderung meningkat dan asidosis
- tujuan untuk menormalkan PH. Untuk pasien PPOM nilai PaCO2 tidak harus dibuat normal.
3. Mengoptimalkan pengangkutan O2 dan menurunkan konsumsi O2 dengan cara :
a. memberikan therapy O2
b. Memberikan PEEP
c. Istirahat
d. Memberikan lingkungan nyaman
e. Mengobati demam
f. transfuse darah
g. Obatan digitalis
4. Mengatasi infeksi dengan memberikan antibiotic
5. Mencegah terjadinya komplikasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Contoh diagnose keperawatan yang dapat terjadi pada pasien dengan gagal nafas akut adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. obstruksi jalan nafas, hipersekresi dan bronchospasme
2. Gangguan pola nafas b.d. gangguan neuromuscular, musculoskeletal, barotraumas, dll.
3. Gangguan pertukaran gas b.d. gangguan perfusi dan difusi , penurunan Hb, dll.
4. Resiko terjadi aspirasi b.d. penurunan kesadaran , gangguan reflek menelan atau batuk
5. Gangguan aktivitas b.d. tidak seimbangnya antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Untuk intervensi dan evaluasi silahkan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ada di text book yang ada.

-Wassalam-

Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Jantung

PENDAHULUAN

Gagal jantung adalah suatu keadaan ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
Keseluruh tubuh sesuai dengan kebutuhan metabolism.

ETIOLOGI

A. Penyebab Gagal Jantung

1. Gangguan Mekanis
a. Peningkatan beban tekanan
- Central ( Stenosis Aorta )
- Peripheal ( Hipertensi Sistemik )
b. Peningkatan beban Volum
- Regurgitasi Katup
- Pirau
- Peningkatan preload
c. Hambatan Pengisian ventrikel
Stenosis Mitral atau Trikuspidalis
d. Konstriksi Pericard, Tamponade
e. Retriksi Endokardial atau Perikardial
f. Aneurisma Ventrikular

2. Kelainan Miocardial
a. Primer
- Kardiomiopati
- Gangguan Neuromuscular
- Miokarditis
- Metabolik ( DM )
- Keracunan
b. Sekunder
- Ischemia ( Penyakit Jantung Koroner )
- Gangguan Metabolik
- Inflamasi
- Penyakit infiltrative ( Restrictive Cardiomiopathy )
- Penyakit Sistemik
- PPOK
- Obat – obatan yang mendepresi miocard.

3. Gangguan irama jantung
- Ventrikular standstill
- Ventrikular fibrilasi
- Takhikardia atau bradikardia yang ekstrim
- Gangguan konduksi

B. Pencetus Gagal Jantung

a. Hipertensi
b. Infark Miocard
c. Aritmia
d. Anemia
e. Febris
f. Emboli Paru
g. Stress
h. Infeksi

PATOFISIOLOGI

Fungsi Jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya untuk memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh bagian tubuh, baik dalam keadaan istirahat maupun saat mengalami stress fisiologis.

Mekanisme fisiologis dasar jantung sebagai stroke volume ( Volume sekuncup ), Cardiac output ( Curah Jantung ), Heart rate ( Laju jantung ), Preload ( Beban awal ), dan afterload ( Beban akhir ) serta kontraktilitas sangat berpengaruh dalam mekanisme terjadinya gagal jantung.

Stroke Volume ( SV ) adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel setiap kali konstraksi.

Cardiac Output ( CO ) adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel setiap menit.

CO = Denyut Jantung / Menit x SV

Tiga factor yang mempengaruhi stroke volume adalah :

1. Preload
Menggambarkan tekanan miokardium pada fase akhir diastolic atau sesaat sebelumonstraksi ventrikel.
Secara klinik digambarkan sebagai “ Ventrikel Filling “. Menurut hokum Frank Starling : Makin besar isi jantung saat diastolic semakin besar juga jumlah darah yang dipompakan ke aorta.

2. Afterload
Menggambarkan tekanan aortic total ( impedance ) yang menahan ejeksi ventrikel . Apabila tekanan sistemik arterial meningkatmaka kerja jantung akan meningkat pula.

3. Kontraktilitas
Adalah kemampuan instrinsik serabut serabut miokard untuk menguncup. Peningkatan stroke volume menggambarkan peningkatan kontarktilitasdan sebaliknya, penurunan stroke volume menggambarkan penurunan kontraktilitas.


Respon kompensatorik

Sebagai akibat gagal jantung, maka terjadilah mekanisme kompensasi tubuh yang meliputi :
a. Peningkatan aktifitas adrenergic simpatis
Meningkatnya aktivitas simpatik adrenergic akan merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Hal ini akan meningkatkan kontraktilitas dan denyut jantung, yang akan menjamin cardiacoutput. Peningkatan kontraktilitas dan denyut nadi sangat bergantung pada respon simpatik tubuh.

b. Peningkatan preload
Aktivasi system RAA ( Renin Angiotensin Aldosteron ) menyebabkan retensi garam natrium dan air oleh ginjal. Peningkatan beban awal ini akan meningkatkan kontraksi miocard sesuai hokum frank starling.

c. Hipertrofi Ventrikel
Penebalan dinding ventrikel tanpa disertai penambahan ukuran ruang jantung akan menyebabkan jantung bekerja keras untukm mencukupi kebutuhan tubuh.

Ketiga respon kompensatorik ini menggambarkan usaha untuk mempertahan curah jantung, namun bila gagal jantung berlanjut, maka kompensasi ini menjadi tidak efektif.

KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG

Gagal jantung menurut New York Health Association, terbagi atas 4 kelas fungsional, yaitu :
I. Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik berat
II. Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik sedang
III. Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik ringan
IV. Timbul gejala sesak pada aktivitas fisik sangat ringan atau saat istirahat.

MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik gagal jantung secara umum sangat tergantung pada penyebabnya. Namun demikian dapat diambarkan sebagai berikut :
- Ortopnue, yaitu sesak saat berbaring
- Dyspneu on Effort ( DOE ) yaitu sesak bila melakukan aktivitas
- Paroxymal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba tiba pada malam hari disertai
batuk.
- Berdebar debar
- Lekas lelah
- Batuk batuk.

DIAGNOSIS GAGAL JANTUNG

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan pada criteria utama atau criteria tambahan.

1. Kriteria Utama
- Ortopneu
- PND
- Cardiomegali
- Gallop
- Peningkatan JVP
- Refleks Hepatojugular
2. Kriteria tambahan
- Edema pergelangan kaki
- Batuk malam hari
- DOE
- Hepatomegali
- Efusi Pleura
- Tachycardia
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya 2 kriteria utama atau 1 kriteria utama ditamabah 2 kriteria tambahan.

Riwayat Penyakit dahulu
- Riwayat angina
- Hipertensi
- Demam reumatik
- Bedah Jantung
- MCI
- Hypertyroid
- Penyakit katup jantung
- Penyakit jantung bawaan

Pemeriksaan Fisik
Dari mulai kepala ke leher
Mata : Conjungtiva, Sklera
Leher : JVP, Bising arteri karotis
Paru : - Bentuk dada
- Pergerakana dada
- Asimetris dada
- Pernafasan : Frekuensi, Irama, Jenis, Suara, Suara tambahan
Jantung : -TD
- Nadi ( Frekuensi, isi, irama )
- Suara jantung
- apeks jantung
- Suara tambahan ( S3, S4, Gallop )
- Bising jantung ( Thrill )
Abdomen ( Acites, BU )
Ekstremitas ( Temp, Kelembapan, Edema, Cyanosis )

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
- Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
- Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
- Gangguan fungsi ginjal dan hati
- Ur,Cr,BUN,UL
- SGOT, SGPT
- Gula darah
- Colesterol, Trigliseride

Electro Cardio Gram ( ECG )
- Penyakit jantung koroner : Ischemia, Infark
- Pembesaran Jantung : LVH
- Aritmia
- Perikarditis

Foto Rontgen thorak
- Edema Alveolar
- Edema Interstialis
- Efusi Pleura
- Pelebaran Vena Pulmonalis
- Cardiomegali

PENATALAKSANAAN

Kelas I : Non Farmakologis ( Istirahat, Diit Rendah Garam, Menjaga BB Ideal, Manajemen stres )
Kelas II, III : Diuretik, Digitalis, ACE Inhibtor, Vasodilator
Kombinasidiuretik, digitalis, cukup memadai.
Kelas IV : Kombinasi diuretic digitalis,ACE Inhibtor seumur hidup.

Obat – obatan lain :
- Aspirin
- Antikoagulan
- Antagonis beta adrenoreseptor
- Agonis reseptor dopamine.

ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN

I. Identitas pasien ( Data demografi )
II. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
b. riwayat penyakit dahulu
c. Riwayat kesehatan Keluarga
d. Faktor pencetus
e. Faktor resiko
f. Tingkat pengetahuan pasien dan kelurga terhadap penyakitnya
g. riwayat social ekonomi
h. Riwayat spiritual
i. riwayat Alergi dan obat-obatan
j. Riwayat Psikososial
k. Kebiasaan sehari – hari : Nutrisi
Eliminasi
Istirahat
Olahraga
III. Pemeriksaan Fisik
Dari mulai kepala ke leher
Mata : Conjungtiva, Sklera
Leher : JVP, Bising arteri karotis
Paru : - Bentuk dada
- Pergerakana dada
- Asimetris dada
- Pernafasan : Frekuensi, Irama, Jenis, Suara, Suara tambahan
Jantung : -TD
- Nadi ( Frekuensi, isi, irama )
- Suara jantung
- apeks jantung
- Suara tambahan ( S3, S4, Gallop )
- Bising jantung ( Thrill )
Abdomen ( Acites, BU )
Ekstremitas ( Temp, Kelembapan, Edema, Cyanosis )

IV. Pemeriksaan Penunjang
- Lab.
- ECG
- Foto Thorak
- Kateterisasi
- Radionuklir

V. Therapi
- diuretic
- Vasodilator
- Ace Inhibtor
- Digitalis
- Dopaminergik
- Oksigen

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung b.d. fungsi elektronik, mekanik, structural.
2. Gangguan fungsi pernafasan :
a. pola nafas tidak efektif b.d. cemas, menurunnya compliance paru atau
pengaruh obat depresi pernafasan.
b. Kebersihan jalan nafas tidak efektif b.d. penumpukan cairan pada alveoli,
interstisiel.
c. Gangguan pertukaran gas b.d. kegagalan difusi pada alveoli
3. Gangguan keseimbangan cairan : Kelebihan volume cairan b.d. menurunnya aliran ke
ginjal
4. Gangguan rasa nyaman : Mual, muntah b.d. stimulasi pusat muntah karena kongesti
vascular pada saluran pencernaan , atau efek samping dari terapi digitalis.
5. Intoleransi aktivitasdan self care deficit b.d. ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
6. Cemas b.d. kurang pengetahuan tentang proses, prognosa / pengobatan gagal jantung .

C. PERENCANAAN

Tujuan yang diharapkan :
1. Curah jantung adekuat sesuai kebutuhan
2. Aktivitas mencapai batas optimal
3. Pasien mengerti tentang proses, prognosa/ pengobatan gagal jantung.

Intervensi :

1. Berikan posisi semifowler
2. Berikan lingkunagn yang aman dan nyaman
3. Berikan O2 sesuai indikasi
4. Monitor TTV segera sebelum dabn sesudah mendapatkan therapiVasodilator, Diuretik,
Melakukan aktivitas.
5. Berikan Obat – obatan sesuai indikasi
6. Jelaskan efek samping dari obt – obatan yang diberikan.
7. catat intake dan output cairan
8. auscultasi paru dan jantung dari adanya bunyi – bunyi tambahan.
9. Monitor JVP
10.Monitor adanay edema dan acites
11.Monitor hasil ECG
12.Berikan diit lunak rendah garam
13.Dengarkan dan respon terhadap ungkapan perasaan pasien
14.Anjurkan pasien melakukan aktivitas berlebihan.

D. EVALUASI

Proses dan hasil
Proses : Setiap tindakan lakukan evaluasi langsung
Hasil : tujuan yang diharapkan.

-The End-

Monday, September 22, 2008

Bantuan Hidup dasar ( BHD ) Bagian 3

Defibrilasi

Seluruh Provider BHD harus dilatih untuk dapat memberikan tindakan defibrilasi karena fibrilasi ventrikel merupakan irama yang paling sering terjadi pada orang dewasa yang tidak sadar dan tidak trauma, untuk korban demikian angka keberhasilan akan meningkat ketika penolong melakukan defibrilasi dalam waktu 3-5 menit setelah kejadian. Defibrilasi segera merupakan terapi terpilih untuk fibrilasi ventrikel pada korban tidak sadar yang tersaksikan. Hasil dari RJP sebelum dilakukan defibrilasi adalah memperpanjang irama fibrilasi ventrikel, ketika petugas datang dalam waktu 4- 5 menit setelah mendapatkan informasi, periode singkat dari RJP yang telah dilakukan (1-3 menit) sebelum defibrilasi dapat meningkatkan keberhasilan untuk kembali kepada sirkulasi spontan dan angka keberhasilan RJP.

RJP pada situasi yang Khusus Tenggelam

Tenggelam merupakan penyebab kematian yang masih dapat dicegah. Keberhasilan menolong korban yang tenggelam tergantung dari lama dan beratnya derajat hipoksia. Penolong harus melakukan RJP, terutama sekali bantuan pernapasan, secepat mungkin setelah korban tenggelam dikeluarkan dari air. Ketika menolong semua usia korban yang tenggelam, seorang petugas kesehatan melakukan 5 siklus (kira-kira 2 menit) RJP sebelum meninggalkan korban untuk mengaktifkan sistem gawat darurat. Ventilasi mulut ke mulut di dalam air mungkin dapat menolong jika dilakukan oleh penolong yang terlatih. Kompresi dada sangat sukar dilakukan di dalam air, mungkin tidak akan efektif dan dapat membahayakan keduanya. Tidak ada peristiwa yang terjadi dimana air menyebabkan sumbatan jalan napas. Manuver yang dilakukan untuk menghilangkan sumbatan jalan napas tidak direkomendasikan untuk korban tenggelam karena manuver tersebut tidak biasa dilakukan dan dapat menyebabkan trauma, muntah, dan aspirasi serta memperlambat RJP. Penolong harus mengeluarkan korban tenggelam dari dalam air secepat mungkin dan memulai resusitasi sesegera mungkin.

Hipotermia


Pada korban tidak sadar dengan hipotermia, petugas kesehatan harus menilai pernapasan untuk mengetahui ada tidaknya henti napas dan menilai denyut nadi untuk menilai ada tidaknya henti jantung atau adanya Bradikardi selama 30-45 detik karena frekuensi jantung dan pernapasan dapat sangat lamban, tergantung dari derajat hiportemia, jika korban tidak bernapas mulailah pemberian bantuan pernapasan. Jika denyut nadi korban tidak ada, segera mulailah melakukan kompresi dada. Jangan menunggu suhu tubuh menjadi hangat untuk memulai RJP. Untuk mencegah hilangnya panas, lepaskan pakaian yang basah dari tubuh korban; lindungi korban dari hembusan angin, panas, atau dingin, dan jika mungkin berikan ventilasi dengan oksigen yang hangat.

Posisi Sisi Mantap (Recovery Position)

Posisi sisi mantap dipergunakan untuk korban dewasa yang tidak sadar yang telah bemapas dengan normal dan sirkulasi yang efektif. Posisi ini dibuat untuk menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan mengurangi risiko sumbatan jalan napas dan aspirasi. Korban diletakkan pada posisi miring pada salah satu sisi badan dengan tangan yang dibawah berada didepan badan.

Sumbatan Jalan Napas Oleh Benda Asing Sumbatan Jalan Napas oleh Benda Asing ( Tersedak)

Kematian akibat tersedak tidak biasa terjadi tetapi merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah. Banyak laporan kasus tersedak pada orang dewasa yang disebabkan oleh makanan dan terjadi pada saat sedang makan. Kejadian tersedak pada bayi dan anak-anak juga terjadi pada saat sedang makan atau bermain.

Mengenali adanya sumbatan jalan napas akibat benda asing


Dikarenakan mengenali adanya sumbatan jalan napas merupakan kunci keberhasilan menolong korban yang tersedak. Ini sangat penting untuk dapat membedakan kegawat daruratan dari pingsan, serangan jantung, atau keadaan lain yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan, sianosis, atau kehilangan kesadaran. Benda asing merupakan salah satu penyebab sumbatan komplit/total atau sumbatan sebagian/parsial pada jalan napas. Penolong harus membantu jika melihat korban yang mengalami sumbatan jalan napas akibat tersedak. Tanda korban yang tersedak antara lain kesulitan bernapas, sianosis, sulit berbicara. Korban biasanya memegang lehernya, segeralah bertanya "apakah anda tersedak" jika korban menganggukkan kepalanya berarti dia tersedak.

Membebaskan sumbatan jalan napas oleh benda asing Manuver Heimlich

Untuk mengatasi obstruksi jalan napas oleh benda asing dapat dilakukan manuver Heimlich (hentakan subdiafragma-abdomen). Suatu hentakan yang menyebabkan peningkatan tekanan pada diafragma sehingga memaksa udara yang ada didalam para-paru untuk keluar dengan cepat sehingga diharapkan dapat mendorong atau mengeluarkan benda asing yang menyumbat jalan napas. Setiap hentakan harus diberikan dengan tujuan menghilangkan obstruksi, mungkin dibutuhkan pengulangan hentakan 6-10 kali untuk membersihkan jalan napas. Pertimbangan penting dalam melakukan manuver Heimlich adalah kemungkinan kerusakan pada organ-organ besar. Manuver Heimlich pada korban sadar dengan posisi berdiri atau duduk Penolong harus berdiri di belakang korban, melingkari pinggang korban dengan kedua lengan, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit diatas pusar dan dibawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan ke perut dengan hentakan yang cepat kearah atas. Setiap hentakan harus terpisah dan dengan gerakan yang jelas.

Manuver Heimlich pada korban yang tergeletak (tidak sadar)

Korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka keatas. Penolong berlutut disisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusat dan jauh dibawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan diatas tangan pertama. Penolong menekan kearah perut dengan hentakan yang cepat kearah atas. Manuver ini dapat dilakukan pada korban sadar jika penolongnya terlampau pendek untuk memeluk pinggang korban.

Manuver Heimlich pada yang dilakukan sendiri


Pengobatan diri sendiri terhadap obstruksi jalan napas : Kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut diatas pusat dan dibawah tulang sternum, genggam kepalan itu dengan kuat dan berikan tekanan ke atas kearah diafragma dengan gerakan cepat, jika tidak berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi.

Penyapuan jari


Manuver ini hanya dilakukan atau digunakan pada korban tidak sadar, dengan muka menghadap keatas buka mulut korban dengan memegang lidah dan rahang diantara ibu jari dan jari-jarinya, kemudian mengangkat rahang bawah. Tindakan ini akan menjauhkan lidah dan kerongkongan serta menjauhkan benda asing yang mungkin menyangkut ditempat tersebut. Masukkan jari telunjuk tangan lain menelusuri bagian dalam pipi, jauh kedalam kerongkongan dibagian dasar lidah, kemudian lakukan gerakan mengait untuk melepaskan benda asing serta menggerakkan benda asing tersebut ke dalam mulut sehingga memudahkan untuk diambil. Hati-hati agar tidak mendorong benda asing lebih jauh kedalam jalan napas.

Tamat.

Bantuan Hidup dasar ( BHD ) Bagian 2

Berikan Bantuan Pernafasan

Berikan 2 kali bantuan pernapasan, setiap 1 detik, dengan volume yang cukup untuk dapat mengembangkan dada. Merekomendasikan lamanya memberikan bantuan pernapasan sampai dada mengembang adalah 1 detik demikian halnya berlaku jika bantuan pernapasan diberikan melalui mulut ke mulut dan mulut ke sungkup muka dan ventilasi melalui advanced airway, dan tanpa penambahan oksigen . Selama RJP kegunaan dari ventilasi adalah mempertahankan kadar oksigen yang adekuat, tetapi keadaan paling baik untuk volume tidal, kecepatan pernapasan, dan penambahan konsentrasi oksigen belum diketahui. Rekomendasi secara umum dapat dilakukan: 1. Selama menit pertama fibrilasi ventrikel, bantuan pernapasan mungkin tidak sepenting kompresi dada karena kadar oksigen di dalam darah masih tersisa cukup banyak untuk beberapa menit setelah henti jantung. Pada awal henti jantung, aliran oksigen ke miokardium dan otak terhenti disebabkan berkurangnya aliran darah dan juga kadar oksigen di dalam darah. Selama RJP aliran darah dapat terjadi akibat kompresi dada. Penolong harus dapat memberikan kompresi dada yang efektif dan mengurangi selama sesuatu yang dapat menghentikan kompresi dada. 2. Ventilasi dan kompresi keduanya sangat penting untuk korban dengan fibrilasi ventrikel, ketika oksigen didalam darah telah dipergunakan. Ventilasi dan kompresi juga sangat penting untuk korban akibat Asfiksia, seperti pada anak dan korban tenggelam yang mengalami hipoksemia saat henti jantung. 3. Selama RJP aliran darah ke paru-paru sangat berkurang, oleh sebab itu ratio ventilasi-perfusi dapat dipertahankan dengan volume tidal yang kecil dan kecepatan pernapasan yang normal. Penolong tidak boleh melakukan Hiperventilasi (terlalu banyak meniup atau terlalu besar volume udara). Ventilasi yang berlebihan tidaklah perlu dan berbahaya karena peningkatan tekanan intrathorakal akan menurunkan aliran balik (venous return) ke jantung, dan mengurangi curah jantung (cardiac output) dan mengurangi kelangsungan hidup. 4. Hindari pemberian pernapasan yang terlalu banyak dan terlalu kuat. Pernapasan yang demikian tidak diperlukan dan dapat menyebabkan kembung (distensi lambung) dan dapat menimbulkan komplikasi pada paru-paru. 5. Bantuan napas dari Mulut-ke-Mulut Bantuan pernapasan dari Mulut-ke-Mulut memberikan oksigen dan ventilasi kepada korban. Untuk memberikan bantuan pernapasan mulut-ke-mulut, bukan jalan napas korban, tutup cuping hidung korban, dan mulut penolong mencakup seluruh mulut korban. Berikan 1 kali pernapasan dalam waktu 1 detik, berikan pernapasan biasa, dan berikan bantuan pernapasan kedua dalam waktu 1 detik. memberikan bantuan pernapasan secara biasa untuk mencegah penolong mengalami pusing atau berkunang-kunang. Penyebab umum terjadinya kesulitan ventilasi adalah ketidaktepatan dalam membuka jalan napas, jadi jika dada korban tidak mengembang pada bantuan pernapasan yang pertama, lakukan kembali tengadah kepala topang dagu dan berikan bantuan pernapasan yang kedua.

Bantuan pernapasan dari Mulut-ke-Alat Pelindung pernapasan

Walapun aman, beberapa petugas kesehatan dan penolong awam ragu-ragu untuk melakukan bantuan pernapasan dengan cara Mulut-ke-Mulut dan lebih suka menggunakan alat pelindung. Alat pelindung bantuan pernapasan tidak dapat mengurangi risiko penularan penyakit, dan dapat meningkatkan tahanan aliran udara. Jika anda menggunakan alat pelindung, jangan sampai terlambat memberikan bantuan pernapasan. Alat pelindung terdiri dari 2 tipe 1. Pelindung Wajah 2. Sungkup Wajah Pelindung wajah berbentuk selembar plastik bening atau lembaran silikon yang dapat mengurangi sentuhan antara korban dan penolong tetapi tidak dapat mencegah terjadinya kontaminasi pada sisi penolong. Sungkup wajah ada yang telah dilengkapi dengan lubang untuk memasukan oksigen, ketika oksigen telah tersedia berikan oksigen dengan aliran sebanyak 10-12 liter/menit.

Ventilasi dari Mulut-ke-Hidung dan Mulut-ke-Stoma

Ventilasi Mulut-ke-hidung direkomendasikan jika pemberian ventilasi melalui mulut korban tidak dapat dilakukan (misalnya luka yang sangat berat pada mulut), mulut tidak dapat dibuka, korban berada di dalam air, atau mencakup mulut korban tidak dapat dilakukan. Pada beberapa kasus tindakan bantuan pernapasan Mulut-ke- Hidung pada orang dewasa mudah dilakukan, aman, dan efektif. Berikan bantuan pernapasan pada korban dengan Trakhea Stoma yang memerlukan pernapasan. Alternatif lain dapat dipergunakan sungkup muka anak-anak untuk memberikan bantuan pernapasan melalui Trakhea Stoma. Tidak ada penelitian mengenai keamanan, keefektifan, ventilasi dari mulut-ke-stoma.

Ventilasi
Bagging-Sungkup


Ventilasi bagging-sungkup memerlukan keterampilan untuk dapat melakukannya. Penolong seorang diri menggunakan alat bagging-sungkup harus dapat mempertahankan terbukanya jalan napas dengan menggangkat rahang bawah, tekan sungkup ke muka korban dengan kuat dan memompa udara dengan memeras bagging. Penolong harus dapat melihat dengan jelas pergerakan dada korban pada setiap pernapasan. Bagging-sungkup sangat efektif bila dilakukan oleh 2 penolong dan berpengalaman. Salah seorang penolong membuka jalan napas dan menempelkan sungkup ke wajah korban sambil penolong lain memeras bagging. Keduanya harus memperhatikan pengembangan dada korban. Penolong harus menggunakan bagging ukuran dewasa (1-2 liter) untuk memberikan volume tidal yang cukup mengembangkan dada korban. Jika jalan napas terbuka dan tidak ada kebocoran, volume udara yang diberikan dengan menggunakan bagging berukuran 1 liter sekitar 1/2 sampai % dari volume bagging atau jika menggunakan bagging berukuran 2 liter volume udara yang diberikan 1/2 dari volume bagging. Selama korban belum di pasang Endotracheal tube, penolong harus melakukan 30 kompresi dada dan 2 ventilasi. Penolong memberikan pernapasan selama kompresi berhenti sejenak dalam waktu 1 detik.. Petugas kesehatan dapat mempergunakan tambahan oksigen (10-12 liter/menit) jika tersedia. Idealnya bagging dengan kantong oksigen dapat memberikan oksigen 100%.

Ventilasi dengan advanced airway


Ketika korban selama RJP telah terpasang Advanced airway , 2 orang penolong tidak lagi menggunakan siklus. Sebagai penggantinya kompresi dilakukan dengan kecepatan 100 kali/menit tanpa berhenti untuk memberikan ventilasi. Penolong memberikan ventilasi 8-10 kali/menit. Kedua penolong harus bergantian dalam melakukan kompresi dan ventilasi setelah melakukan RJP selama 2 menit untuk mencegah kelelahan pada penolong yang melakukan kompresi sehingga terjadi kekacauan dalam hal kualitas dan kecepatan kompresi dada. Jika penolong dalam jumlah banyak, lakukan rotasi kompresi dada setiap 2 menit. Penolong harus menghindari pemberian ventilasi yang terlalu banyak lebih baik sesuai dengan jumlah pernapasan yang direkomendasikan dan membatasi volume tidal hanya sampai dada mengembang . Pada penelitian memperlihatkan pemberian napas lebih dari 12 kali/menit selama RJP mempunyai peranan dalam meningkatkan tekanan intrathorak, mengurangi aliran balik ke jantung selama kompresi dada. Pengurangan aliran balik ke jantung menyebabkan curah jantung menurun selama kompresi dada dan juga mengurangi aliran darah ke arteri koroner dan perfusi otak. Pentingnya penolong mempertahankan kecepatan ventilasi 8-10 kali/menit selama RJP dan jangan memperbanyak ventilasi.

Cek Denyut Nadi

Penolong awam sebanyak 10% gagal dalam menilai ketidakadaan denyut nadi dan sebanyak 40% gagal dalam menilai adanya denyut nadi. Untuk mempermudah dalam pelatihan, penolong awam akan diajarkan untuk mengasumsikan jika korban tidak sadar dan tidak bernapas maka korban juga mengalami henti jantung. Petugas kesehatan dapat juga memerlukan waktu lama dalam menilai denyut nadi dan mengalami kesulitan menentukan ada tidaknya denyut nadi. Petugas kesehatan tidak boleh melebihi waktu 10 detik dalam menilai ada tidaknya denyut nadi. Jika dalam 10 detik tidak juga dapat menentukan ada tidaknya denyut nadi, lakukan kompresi dada.

Bantuan pernapasan tanpa kompresi dada

Jika korban dewasa dengan sirkulasi spontan (denyut nadi teraba) berikan pernolongan atau bantuan pernapasan, berikan bentuan pernapasan dengan kecepatan 10-12 kali/menit atau 1 kali pernapasan diberikan setiap 5-6 detik. Setiap pernapasan diberikan dalam waktu 1 detik tanpa menghiraukan apakah advanced airway terpasang atau tidak. Setiap pernapasan harus dapat mengembangkan dada. Selama pemberian bantuan pernapasan, ulangi pemeriksaan denyut nadi setiap 2 menit, tetapi tidak melebihi waktu 10 detik dalm menilai denyut nadi.

Kompresi Dada

Kompresi dada merupakan tindakan yang berirama berupa penekanan pada tulang sternum bagian setengah bawah. Kompresi dada dapat menimbulkan aliran darah dikarenakan peningkatan tekanan intrathorak dan kompresi langsung pada jantung. Walaupun kompresi dada dapat menimbulkan tekanan sistolik pada arteri, namun tekananya hanya 60-80 mmHg, tekanan diastolik sangat rendah dan tekanan arteri didalam arteri karotis jarang mencapai 40 mmHg. Aliran darah yang ditimbulkan oleh kompresi dada sangatlah kecil, tetapi sangat penting untuk dapat membawa oksigen ke otak dan otot jantung. Pada korban dengan fibrilasi ventrikel kompresi dada dapat meningkatkan keberhasilan melakukan tindakan defibrilasi. Beberapa kesimpulan tentang kompresi dada pada Konfrensi konsensus 2005 adalah sebagai berikut: 1. Kompresi dada yang efektif merupakan dasar untuk dapat menimbulkan aliran darah selama RJP. 2. untuk dapat memberikan kompresi dada yang efektif dengan cara tekan yang keras dan tekan dengan cepat. Kompresi dada pada orang dewasa kecepatannya adalah 100 kali/menit, dengan kedalaman kompresi 11/2 -2 inch (4-5 cm). 3. Mengurangi penghentiart kompresi dada.

Cara melakukan kompresi dada

Untuk dapat memaksimalkan keefekrifan kompresi dada, korban harus dalam posisi terlentang diatas alas yang keras (mis : papan punggung atau lantai) dengan posisi penolong berlurut di sisi korban setinggi thorak. Penolong dapat menekan setengah bawah dari tulang sternum korban di tengah dada, diantara kedua puting susu. Penolong dapat meletakkan telapak tangan pertama diatas tulang sternum di tengah dada diantara kedua puting dan letakan telapak tangan kedua diatas telapak tangan pertama sehingga telapak tangan akan saling bertumpuk dan paralel. Tekanlan tulang sternum sedalam 11/2-2 inch (kira-kira 4-5 cm) dan membiarkan dada kembali keposisi normal. Dengan membiarkan dada kembali ke posisi normal menyebabkan terjadinya aliran balik ke jantung, ini sangat penting untuk keefektifan RJP, dan harus diberi penekanan pada saat memberikan pelatihan. Waktu kompresi dan relaksasi dada kira-kira haruslah sama. Pada penelitian tentang kompresi dada di dalam dan di luar rumah sakit menunjukkan bahwa 40% kompresi dada kurang kedalamannya. Penolong harus berlatih melakukan kompresi dada dengan baik, dan bergantian dengan yang lain setiap beberapa menit untuk mengurangi kelelahan yang menyebabkan tidak adekuatnya kedalaman kompresi dan kecepatan kecepatan kompresi. Penelitian pada manusia melakukan kompresi dada dengan kecepatan > 80 kali/menit menghasilkan aliran darah selama RJP, oleh karena itu kecepatan kompresi yang direkomendasikan adalah 100 kali/menit.

Ratio kompresi-ventilasi

Ratio kompresi-ventilasi yang direkomendasikan adalah 30 : 2. Ratio ini merupakan hasil konsensus dasar dari para ahli. Rasio ini dibuat untuk meningkatkan jumlah kompresi dada, mengurangi kejadian hiperventilasi, mengurangi pemberhentian kompresi untuk melakukan ventilasi dan menyederhanakan pelatihan. Penelitian dengan menggunakan boneka bahwa dengan rasio kompresi ventilasi 30 : 2 penolong merasa lebih melelahkan daripada dengan menggunakan rasio 15:2. Ketika korban selama RJP telah terpasang Advanced airway , 2 orang penolong tidak lagi menggunakan siklus. Sebagai penggantinya kompresi dilakukan dengan kecepatan 100 kali/menit tanpa berhenti untuk memberikan ventilasi. Penolong memberikan ventilasi 8-10 kali/menit. Kedua penolong harus bergantian dalam melakukan kompresi dan ventilasi setelah melakukan RJP selama 2 menit untuk mencegah kelelahan pada penolong yang melakukan kompresi sehingga terjadi kekacauan dalam hal kualitas dan kecepatan kompresi dada. Jika penolong dalam jumlah banyak, lakukan rotasi kompresi dada setiap 2 menit.

Bersambung....

Keperawatan Kritis, Bantuan Hidup Dasar ( BHD ) Bagian 1

Bantuan Hidup Dasar meliputi penilaian terhadap gejala dan tanda Henti Jantung Mendadak (Sudden Cardiac Arrest), serangan jantung, Stroke, dan Sumbatan jalan napas oleh benda asing; Resusitasi jantung paru (RJP); dan defibrilasi dengan menggunakan automated external defibrilator (AED). Pelajaran ini diperuntukkan bagi penolong awam dan petugas kesehatan. Henti jantung mendadak merupakan penyebab kematian utama di Amerika serikat dan Kanada. Irama jantung yang pertama kali terlihat, sebanyak > 40% pada korban diluar rumah sakit dengan henti jantung mendadak adalah Fibrilasi Ventrikel. Pada kenyataannya banyak korban pada awal kejadian henti jantung mendadak irama jantungnya adalah Fibrilasi Ventrikel atau Takikardi Ventrikel, tetapi dengan berjalannya waktu irama pertama yang terlihat telah berubah menjadi asistol. Banyak korban henti jantung mendadak dapat tertolong jika penolong melakukan sesuatu (RJP) dengan cepat selama irama jantung masih fibrilasi ventrikel, tetapi keberhasilan resusitasi tidak akan pemah terjadi jika irama telah berubah menjadi asistol. Pengobatan henti jantung mendadak dengan fibrilasi ventrikel adalah penolong segera melakukan RJP dengan dilakukan defibrilasi. Penyebab henti jantung mendadak dapat disebabkan oleh trauma, overdosis obat, tenggelam, dan asfiksia pada anak-anak, RJP dengan melakukan kompresi dan bantuan pernapasan harus dilakukan pada korban tersebut. AHA menggunakan 4 buah lingkaran dalam sebuah rantai (the “Chain of Survival") untuk mengilustrasikan pentingnya tindakan dalam menolong korban dengan henti jantung mendadak dengan fibrilasi ventrikel.

Periksa Kesadaran

Setelah penolong yakin bahwa lingkungan telah aman, penolong harus memeriksa kesadaran korban. Cara melakukan menilaian kesadaran, tepuk atau goyangkan korban pada bahunya sambil berkata " Apakah Anda baik-baik saja?" jika korban ternyata bereaksi tetapi dalam keadaan terluka atau perlu pertolongan medis, tinggalkan korban segera mencari bantuan atau menelepon ambulance, kemudian kembali sesegera mungkin dan selalu menilai kondisi korban.

Mengaktifkan sistem gawat darurat

Jika penolong seorang diri menemukan korban yang tidak sadar (tidak ada pergerakan atau tidak bereaksi terhadap rangsangan), penolong harus mengaktifkan sistem gawat darurat, ambil AED (jika tersedia), dan kembali ke korban untuk melakukan RJP dan mempergunakan AED jika diperlukan. Jika ada 2 atau lebih penolong, salah satu penolong memulai RJP dan penolong lainnya mengaktifkan sistem gawat darurat serta mengambil AED (jika tersedia). Jika keadaan gawat darurat terjadi didalam gedung yang telah mempunyai sistem Gawat Darurat sendiri, segera memberitahukan untuk melakukan pertolongan. Petugas kesehatan dapat menyesuaikan rangkaian pertolongan sesuai dengan penyebab henti jantungnya. Jika seorang petugas kesehatan seorang diri melihat seorang dewasa atau anak-anak mendadak pingsan, serta kemungkinan pingsan tersebut disebabkan oleh gangguan jantung, maka petugas kesehatan segera mencari bantuan dan mengambil AED serta kembali ke korban untuk melakukan RJP dan menggunakan AED. Jika petugas kesehatan seorang diri menolong korban yang tenggelam atau korban lain yang disebabkan oleh Asfiksia untuk semua usia, petugas kesehatan harus melakukan 5 siklus (kurang lebih 2 menit) RJP sebelum meninggalkan korban untuk mengaktifkan sistem gawat darurat. Ketika meminta bantuan pertolongnn, penolong harus dapat menjawab pertanyaan dari petugas gawat darurat tentang lokasi kejadian, penyebabnya, jumlah dan kondisi korban, dan jenis pertolongan yang akan diberikan.

Buka jalan nafas dan Periksa Pernafasan

Untuk persiapan tindakan RJP, letakan korban pada alas atau tempat yang keras dalam keadaan terlentang, jika korban yang tidak sadar dalam keadaan tengkurap, putar korban keposisi terlentang. Jika pasien di rumah sakit dengan menggunakan Advanced Airway (ETT, Laryngeal mask airway (LMA) atau esophageal tracheal combitube (combitube) tidak dapat ditempatkan pada posisi terlentang (misalnya pada Operasi Tulang Belakang), petugas kesehatan dapat melakukan RJP dengan posisi pasien tengkurap.

Buka jalan Nafas

Petugas kesehatan menggunakan manuever tengadah kepada topang dagu (head till-chin lift manuver) untuk membuka jalan napas untuk korban yang tidak mengalami cedera kepala dan leher. Jika petugas kesehatan memperkirakan adanya trauma pada tulang belakang, membuka jalan napas dengan mempergunakan tehnik Jaw Thrust tanpa ekstensi kepala. Dikarenakan membuka jalan napas dan pemberian pernapasan yang adekuat adalah prioritas utama pada RJP , maka pergunakan tehnik tengadah kepala topang dagu jika tehnik Jaw Thrust tidak berhasil membuka jalan napas.

Periksa Pernafasan


Sambil mempertahankan terbukanya jalan napas, lakukan tehnik lihat, dengar dan rasakan untuk memeriksa pernapasan. Jika penolong awam dan tidak yakin dapat menilai pernapasan normal atau jika petugas kesehatan tidak mendeteksi pernapasan yang adekuat selama 10 detik, berikan 2 kali bantuan pernapasan. Jika penolong awam dan petugas kesehatan segan (tidak mau melakukan) atau tidak dapat memberikan bantuan pernapasan, mulailah kompresi dada. Petugas kesehatan sama dengan penolong awam dapat terjadi kesalahan dalam menilai pernapasan pada korban yang tidak sadar, karena jalan napas tidak terbuka atau korban dalam keadaan gasping (napas satu-satu), dimana dapat terjadi pada menit pertama setelah henti jantung mendadak dan dapat keliru dengan pernapasan adekuat. Pernapasan gasping (napas satu-satu) tidak efektif, korban harus diberikan bantuan pernapasan jika tidak bernapas. Pelatihan RJP harus dapat menekankan pentingnya mengenal pernapasan gasping dan memberikan perintah untuk memberikan bantuan pernapasan dan memulai rangkaian RJP ketika korban tidak sadar memperlihatkan pernapasan gasping.

Bersambung....

Friday, August 15, 2008

Risiko terhadap perubahan suhu tubuh

Definisi :

Keadaan dimana seorang individu gagal mempertahankan suhu tubuh dalam batasan normal 36-37,5ºC.

Faktor yang berhubungan :

Patofisiologis
Berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu tubuh :
Koma/peningkatan tekanan intrakranial
Tumor otak/trauma kepala
Cedera Serebrovaskular
Infeksi/inflamasi
Berhubungan dengan penurunan sirkulasi :
Anemia
Penyakit neurivaskular/penyakit vaskular perifer
Vasodilatasi/syok
Berhubungan dengan penurunan kemampuan berkeringat :
Tindakan
Berhubungan dengan efek pendinginan :
Infus cairan parenteral/transfusi darah
Dialisis
Selimut pendingin
Ruangan operasi
Situasional
Berhubungan dengan pemajanan terhadap hujan, angin, pemajanan terhadap panas matahari
Berhubungan dengan kelembaban yang berlebihan
Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai
Berhubungan dengan mengkonsumsi alkohol
Berhubungan dengan dehidrasi/malnutrisi
Maturisional
Berhubungan dengan regulasi suhu tak efektif :
Bayi baru lahir
Bayi prematur
Lanjut usia

Hipotermia

Definisi :

Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami penurunan suhu tubuh terus-menerus dibawah 35, 5ºC per rektal karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal.

Faktor yang berhubungan :


Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan panas, hujan, angin
Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai dengan iklim
Berhubungan dengan penurunan sirkulasi :
Berat badan yang ekstrim
Berhubungan dengan mengkonsumsi alkohol
Berhubungan dengan dehidrasi
Berhubungan dengan inaktivitas
Maturisional
Berhubungan dengan regulasi suhu takefektif :
Bayi baru lahir
Lansia

Data mayor :

Suhu dibawah 35,5ºC per rektal
Kulit dingin
Pucat (sedang)
Menggigil (ringan)

Data minor :


Kekacauan mental/ngantuk/gelisah
Penurunan nadi dan pernapasan
Kakeksia/malnutrisi

Kriteria hasil :


Individu akan :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap hipotermia.
2. Menghubungkan metoda mempertahankan kehangatan/pencegahan kehilangan panas.
3. mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.

Intervensi :


1. Ajarkan klien untuk mengurangi pemajanan terhadap lingkungan dingin yang lama.
2. Jelaskan pada anggota keluarga bahwa neonatus, bayi dan lanjut usia lebih rentan terhadap kehilangan panas.
3. Ajarkan tanda-tanda awal hipotermia : kulit dingin, pucat, menggigil.
4. Jelaskan perlunya minum air 8-10 gelas setiap hari
5. Jelaskan perlunya menghindari alkohol pada cuaca yang sangat dingin.
6. Ajarkan untuk mengenakan pakaian ekstra.

Hipertermia :


Definisi :

Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami peningkatan suhu tubuh terus-menerus diatas 37,8 per oral atau 38,8ºC per rektal karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal.

Faktor yang berhubungan :

Tindakan
Berhubungan dengan penurunan kemampuan untuk berkeringat :
(Pengobatan khusus)
Situasional
Berhubungan dengan pemajanan pada panas (matahari)
Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai dengan iklim
Berhubungan dengan penurunan sirkulasi :
Berat badan yang ekstrim
Dehidrasi
Berhubungan dengan insufisiensi hidrasi untuk aktivitas yang berat
Maturisional
Berhubungan dengan regulasi suhu tak efektif :
Bayi baru lahir
Bayi prematur
Lanjut usia

Data mayor :


Suhu lebih tinggi 37,8 per oral atau 38,8ºC per rektal

Data minor
:

Kulit kemerahan
Hangat bila disentuh
Frekwensi pernapasan meningkat
Takikardi
Merinding
Dehidrasi
Nyeri atau sakit yang spesifik atau umum (mis; sakit kepala, pegal-pegal)
Malaise/keletihan/kelemahan
Kehilangan nafsu makan

Kriteria hasil
:

Individu akan :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap hipertermia.
2. Menghubungkan metoda pencegahan hipertermia.
3. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.

Intervensi :


1. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan masukan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 ml/hari kecuali terdapat kontraindikasi penyakit jantung atau ginjal) untuk mencegah dehidrasi
2. Pantau masukan dan haluaran.
3. Kaji apakah pakaian atau bedcover terlalu hangat untuk lingkungan atau aktivitas yang direncanakan.
4. Ajarkan pentingnya peningkatan masukan cairan selama cuaca panas dan latihan
5. Jelaskan mengapa anak-anak dan lansia lebih berisiko terhadap hipertermia.
6. Jelaskan perlunya menghindari alkohol, kafein, dan makan banyak dan makanan berat selama cuaca panas.
7. Jelaskan pentingnya mengenakan pakaian longgar, tipis dan menyerap keringat
8. Ajarkan tanda-tanda awal hipertermia atau serangan panas : Kulit kemerahan, keletihan, sakit kepala, kehilangan nafsu makan.

Takefektif termoregulasi

Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami ketidakmampuan untuk mempertahankan suhu tubuh normal secara efektif dengan adanya ketidaksesuaian atau perubahan faktor-faktor eksternal.

Faktor yang berhubungan
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan
Berhubungan dengan benda-benda yang basah dan dingin (pakaian, tempat tidur)
Berhubungan dengan permukaan tubuh yang basah
Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai dengan cuaca
Maturisional
Berhubungan dengan terbatasnya regulasi kompensasi metabolik
Usia lanjut
Bayi baru lahir

Kriteria hasil :

Bayi akan
1. Mempunyai suhu antara 36,4-37,5ºC.
Orang tua akan
1. Menjelaskan teknik untuk menghindari kehilangan panas dirumah.

Intervensi :

1. Kurangi atau hilangkan sumber-sumber kehilangan panas pada bayi
a. Evaporasi
- Saat mandi, siapkan lingkungan yang hangat.
- Basuh dan keringkan setiap bagian untuk mengurangi evaporasi
- Batasi waktu kontak dengan pakaian atau selimut basah
b. Konveksi
- Hindari aliran udara (pendingin udara, kipas angin, lubang angin terbuka)
c. Konduksi
- Hangatkan seluruh barang-barang untuk perawatan (stetoskop, timbangan, tangan pemberi perawatan, baju, sprei)
d. Radiasi
- Kurangi benda-benda yang menyerap panas (logam)
- Tempatkan ayunan bayi tempat tidur jauh dari tembok (diluar) atau jendela jika mungkin.
2. Pantau suhu tubuh bayi
a. Jika suhu dibawah normal
- Selimuti dengan dua selimut
- Pasang tutup kepala
- Kaji sumber-sumber lingkungan untuk kehilangan panas
- Jika hipotermia menetap lebih dari 1 jam, rujuk kepada yang lebih ahli.
- Kaji terhadap komplikasi stres dingin, hipoksia, asidosis respiratorik, hipoglikemi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, penurunan berat badan
b. Jika suhu diatas normal
- Lepaskan selimut
- Lepaskan tutup kepala, jika dikenakan
- Kaji suhu lingkungan sekali lagi
- Jika suhu hipertermia menetap lebih dari 1 jam, laporkan dokter.
3. Ajarkan pemberi perawatan mengapa bayi rentan terhadap suhu (panas dan dingin)
a. Peragakan cara untuk penghematan panas selama mandi.
b. Intruksikan bahwa tidak perlu mengukur suhu secara rutin dirumah
c. Ajarkan untuk mengukur suhu jika bayi panas, sakit, atau peka rangsang
4. Ajarkan lanjut usia mengapa mereka rentan terhadap cuaca panas dan dingin
5. Rujuk ke hipotermia dan hipertermia untuk pencegahan

Kerusakan pertukaran gas

Definisi

Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas (O2 dan CO2) yang aktual atau risiko antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.

Faktor yang berhubungan

Lihat Risiko terhadap perubahan fungsi pernapasan.

Data mayor

Dispnea saat melakukan aktivitas

Data minor

Bingung/agitasi.
Kecenderungan untuk mengambil posisi tiga titik (duduk, 1 tangan pada setiap lutut, condong kedepan).
Bernapas dengan bibir dengan fase ekspirasi yang lama.
Letargi dan keletihan.
Peningkatan tahanan vaskular pulmonal.
Penurunan motilitas lambung.
Penurunan isi oksigen, penurunan saturasi O2, penurunan PCO2 seperti yang diperlihatkan oleh hasil analisa gas darah.
Sianosis.

Ketidakmampuan meneruskan ventilasi spontan

Definisi

Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mempertahankan pernapasan yang adekuat untuk mendukung kehidupannya. Ini dilakukan karena penurunan gas arteri, peningkatan kerja pernapasan, dan penurunan energi.

Data mayor

Dispnea
Peningkatan laju metabolik

Data minor

Peningkatan kegelisahan
Ketakutan
Peningkatan penggunaan otot-otot tambahan pernapasan
Penurunan tidal volume
Peningkatan frekuensi jantung
Penurunan PO2
Penurunan SatO2

Catatan :

Diagnosa ini menggambarkan ketidakcukupan pernapasan dengan penyesuaian perubahan metabolik yang bertentangan dengan kehidupan. Situasi ini memerlukan penatalaksanaan keperawatan dan medis yang cepat. Ketidakmampuan untuk bernapas spontan secara terus-menerus merupakan masalah kolaboratif yaitu hipoksemia. Tanggung gugat keperawatan adalah untuk terus-menerus mamantau status dan untuk mengatasi perubahan dalam status dengan intervensi yang sesuai menggunakan protokol.

Ketidakefektifan pola pernapasan

Definisi

Keadaan dimana seorang individu mengalami kehilangan ventilasi yang aktual atau risiko yang berhubungan dengan perubahan pola pernapasan.

Faktor yang berhubungan

Lihat Risiko terhadap perubahan fungsi pernapasan.

Data mayor

Perubahan dalam frekuensi atau pola pernapasan (dari nilai dasar)
Perubahan pada nadi

Data minor


Ortopnea, takipnea, hiperpnea, hiperventilasi.
Pernapasan disritmik
Pernapasan sukar/berhati-hati.

Kriteria hasil

Individu akan :
1. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif dan mengalami pertukaran gas pada paru-paru.
2. Menyatakan faktor-faktor penyebab, jika diketahui dan menyatakan cara-cara adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut.

Intervensi


1. Pastikan individu bahwa tindakan tersebutu dilakukan untuk menjamin keamanan.
2. Alihkan perhatian individu dari memikirkan tentang keadaan ansietas dengan meminta individu mempertahankan kontak mata dengan anda. Katakan, ” Sekarang perhatikan saya dan bernapslah perlahan-lahan bersama saya seperti ini.”
3. Pertimbangkan penggunaan kantong kertas jika bermaksud mengeluarkan kembali ekspirasi udara.
4. tetap bersama individu dan latih untuk bernapas perlahan-lahan, bernapas lebih efektif.
5. Jelaskan seorang dapat belajar untuk mengatasi hiperventilasi melalui kontrol pernapasan secara sadar apabila penyebabnya tidak diketahui.
6. Mendiskusikan kemungkinan penyebab, fisik dan emosional dan metoda penanganan yang efektif.

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Definisi

Suatu keadaan dimana individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau risiko pada status pernapasan sehubungan dengan ketidakmampuan batuk secara efektif.

Faktor yang berhubungan

Lihat Risiko terhadap perubahan fungsi pernapasan.

Data mayor

Batuk tidak efektif atau tidak ada batuk
Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan napas.

Data minor

Bunyi napas abnormal
Frekwensi, irama kedalaman pernapasan abnormal

Kriteria hasil

Individu akan :
1. Tidak mengalami aspirasi
2. Menunjukkan batuk efektif dan peningkatan pertukaran gas dalam paru-paru.

Intevensi

1. Instruksikan individu untuk melakukan metode batuk terkontrol yang tepat
a. Napas dalam dan selambat mungkin dengan posisi duduk setegak mungkin.
b. Gunakan pernapasan diafragma.
c. Tahan napas selama 3-5 detik kemudian hembuskan secara perlahan sebanyak pernapasan ini jika mungkin melalui mulut (rangka iga bawah dan abdomen harus turun)
d. Ambil napas kedua, tahan, batukkan dengan kuat dari dada (bukan dari belakang mulut atau tenggorokan), gunakan dua batuk pendek yang benar-benar kuat.
2. Kaji adanya program analgesik.
a. Kaji apakah individu terlalu lesu.
b. Kaji apakah individu masih merasa nyeri.
3. Lakukan batuk apabila individu tampak mempunyai tingkat penyembuhan nyeri terbaik dengan tingkat kewaspadaan dan penampilan fisik yang optimal.
4. Bebat insisi abdomen atau dada dengan tangan, bantal atau keduanya.
5. Pertahankan hidrasi yang adekuat.
6. Pertahankan kelembaban udara inspirasi adekuat.
7. Rencanakan periode istirahat (setelah batuk, sebelum makan)
8. Latih dengan semangat dan anjurkan batuk, menggunakan penguatan yang positif.
9. Lanjutkan dengan penyuluhan kesehatan dengan penguatan hal-hal yang penting dalam perawatan. Hargai dan anjurkan usaha dan kemajuan individu yang baik.

Risiko terhadap perubahan fungsi pernapasan

Definisi

Keadaan dimana individu berisiko mengalami suatu ancaman pada jalannya udara yang melalui saluran pernapasan dan pada pertukaran gas (O2-CO2) antara paru-paru dan sistem vaskular.

Faktor yang berhubungan

Patifisiologis
Berhubungan dengan sekresi yang kental atau sekresi yang berlebihan
Infeksi
Fibrosis kistik
Influensa
Berhubungan dengan imobilitas, sekresi statis, dan batuk tidak efektif
Penyakit persarafan (Sindrom guillain barre, miastenia gravis)
Depresi sistem saraf pusat/trauma kepala
Cedera serebrovaskular (stroke)
Quadriplegia
Tindakan
Berhubungan dengan imobilitas
Efek sedasi dari medikasi
Anestesia umum atau spinal
Berhubungan dengan supresi refleks batuk
Berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi.
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan imobilitas
Pembedahan atau trauma
Nyeri, ketakutan, ansietas
Keletihan
Kerusakan persepsi/kognitif
Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau rendah
Berhubungan dengan hilangnya mekanisme pembersiha siliar, respons inflamasi, dan peningkatan pembentukan lendir.
Merokok

Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan perubahan fungsi pernapasan
Lihat faktor yang berhubungan

Kriteria hasil

Individu akan :
1. Melakukan latihan napas dalam setiap jam (menghela napas panjang) dan latihan batuk sesuai kebutuhan.
2. Mencapai fungsi paru-paru yang maksimal.
3. Mengutarakan pentingnya latihan paru-paru setiap hari.

Intervensi

1. Kaji terhadap adanya penurunan nyeri yang optimal dengan periode keletihan atau depresi pernapasan yang minimal.
2. Beri semangat untuk melakukan ambulasi segera setelah konsisten dengan rencana perawatan medis.
3. Jika tidak dapat berjalan, tetapkan suatu aturan untuk turun dari tidur duduk dikursi beberapa kali sehari.
4. Tingkatkan aktivitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi pernapasan akan meningkat dan dispneu akan menurun dengan melakukan latihan.
5. Bantu untuk reposisi, mengubah-ubah posisi tubuh dengan sering dari satu sisi ke sisi yang lainnya.
6. Beri semangat untuk melakukan latihan napas dalam dan latihan batuk yang terkontrol 5 kali setiap jam.
7. Ajarkan individu untuk menggunakan botol tiup atau spirometer setiap jam saat bangun.
8. Auskultasi bidang paru setiap 8 jam, tingkatkan frekuensi jika ada gangguan bunyi napas.

Risiko terhadap risiko penularan infeksi

Definisi :

Keadaan dimana seorang individu berisiko untuk menyebarkan agen-agen pathogen atau oportunistik kepada orang lain.

Faktor-faktor risiko
Lihat faktor yang berhubungan

Faktor yang berhubungan


Patofisiologi

Berhubungan dengan
Kolonisasi organisme yang sangat resisten antibiotik
Pemajanan penularan melalui udara
Pemajanan penularan kontak (langsung, tidak langsung, kontak dengan droplet)
Pemajanan penularan melalui sarana angkutan
Pemajanan penularan melalui vektor
Tindakan
Berhubungan dengan material yang menimbulkan infeksi berbahaya
Berhubungan dengan kondisi tempat tinggal yang tidak bersih (pembuangan limbah, higiene pribadi)
Berhubungan dengan area dipertimbangkan berisiko tinggi terhadap penyakit yang menular melalui vektor (malaria, rabies).
Berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang sumber-sumber atau pencegahan infeksi.
Berhubungan dengan penggunaan obat intravena.
Berhubungan dengan pola-pola seksual multiple
Maturisional
Bayi baru lahir
Berhubungan dengan lahir di luar lingkungan pelayanan kesehatan
Berhubungan dengan pemajanan ibu terhadap penyakit menular selama periode prenatal atau perinatal.

Kriteria hasil


Individu akan :
1. Mengungkapkan kebutuhan untuk diisolasi sampai tidak menularkan infeksi.
2. Menggambarkan cara penularan penyakit.
3. memperagakan cuci tangan yang cermat selama perawatan di rumah sakit.

Intervensi

1. Identifikasi penjamu yang rentan berdasarkan pada fokus pengkajian terhadap faktor-faktor risiko dan riwayat pemajanan.
2. Identifikasi cara penularan berdasarkan pada agen-agen penginfeksi.
a. Melalui udara
b. Kontak
- Langsung
- Tidak langsung.
- Kontak dengan droplet.
c. Penularan melalui media makanan, air, darah.
d. Penularan melalui vektor (serangga, hewan)
3. Lakukan tingkat kewaspadaan isolasi yang sesuai. Konsulkan dengan praktisioner pengendalian infeksi.
4. Amankan ruangan yang digunakan, tergantung pada jenis infeksi dan praktek higiene dari orang yang terinfeksi.
5. Mengikuti Tingkat Kewaspadaan Pencegahan Infeksi Universal.
6. Rujuk pada praktisioner pengendalian infeksi untuk tindak lanjut.
7. Ajarkan klien mengenai rantai infeksi dan tanggung jawab pasien baik di rumah sakit maupun di rumah.

Diagnosa NANDA : Risiko terhadap infeksi

Definisi :

Keadaan dimana seorang individu berisiko terserang oleh agen patogenik dan oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber eksogen dan endogen.

Faktor yang berhubungan

Patofisiologi

Berhubungan dengan melemahnya daya tahan tubuh penjamu
Penyakit kronis
Kanker
Gagal ginjal
Artritis
Gangguan hematologi
Diabetes mellitus
Gangguan hepatik
Gangguan pernapasan
Penyakit kolagen
Gangguan yang diturunkan
Alkoholisme
Imunosupresi
Imunodefisiensi
Perubahan atau insufisiensi leukosit
Diskrasia darah
Perubahan sistem integumen
Penyakit periodontal
Berhubungan dengan melemahnya sirkulasi
Limfaedema
Obesitas
Penyakit vaskuler perifer
Tindakan
Berhubungan dengan tempat masuknya organisme
Pembedahan
Dialisis
Nutrisi parenteral total
Adanya saluran invasif
Intubasi
Pemberian makan enteral
Berhubungan dengan melemahnya daya tahan penjamu
Terapi radiasi
Transplan organ
Terapi obat-obatan (mis; kemoterapi, imunosupresan)
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan melemahnya daya tahan penjamu
Immobilisasi berkepanjangan
Masa tinggal di rumah sakit meningkat
Malnutrisi
Stres
Merokok
Riwayat infeksi
Berhubungan dengan masuknya organisme
Trauma
Periode postpartum
Gigitan (hewan, manusia, serangga)
Cedera termal
Lingkungan hangat, lembab, gelap (lipatan kulit, bidai)
Berhubungan dengan kontak agen-agen menular (nosokomial atau yang didapat dari komunitas)
Maturisional
(Bayi baru lahir)
Berhubungan dengan peningkatan kerentanan bayi
Kurangnya antibodi maternal
Kurangnya flora normal
Luka terbuka (umbilikus, sirkumsisi)
(Bayi/anak)
Berhubungan dengan kerentanan
Kurang imunisasi
(Lansia)
Berhubungan dengan kerentanan lansia
Kondisi yang melemah
Penurunan respons imun
Penyakit kronis multiple

Kriteria hasil

Individu akan :
1. Memperlihat teknik cuci tangan yang sangat cermat.
2. Bebas dari proses infeksi nosokomial selama perawatan di rumah sakit
3. Memperlihatkan kemampuan tentang faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan infeksi dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah infeksi

Intervensi

1. Identifikasi individu yang berisiko terhadap infeksi nosokomial
a. Kaji terhadap prediktor
- Infeksi (prabedah)
- Operasi abdomen atau thoraks
- Operasi lebih dari 2 jam
- Prosedur genitouranius
- Instrumentasi (ventilator, pengisap, kateter, nebulizer, trakeostomi, alat pemantau invasif)
- Aestesia
b. Kaji terhadap faktor-faktor yang mengacaukan
- Usia lebih muda dari 1 tahun, atau lebih tua dari 65 tahun
- Obesitas
- Kondisi-kondisi penyakit yang mendasari (PPOK, DM, penyakit kardiovaskuler)
- Penyalahgunaan obat terlarang
- Status nutrisi
- Perokok
2. Kurangi organisme-organisme yang masuk ke dalam tubuh
a. Cuci tangan dengan cermat
b. Teknik antiseptik
c. Tindakan isolasi
d. Diagnostik yang perlu atau prosedur terapeutik
e. Pengurangan mikroorganisme yang dapat ditularkan melalui udara
3. Lindungi individu yang defisit imun dari infeksi
a. Instruksikan individu untuk meminta kepada seluruh pengunjung dan personil untuk mencuci tangan sebelum mendekati individu.
b. Batasi pengunjung bila memungkinkan
c. Batasi alat-alat invasif (IV, spesimen laboratorium) untuk yang benar-benar perlu saja.
d. Ajarkan individu dan anggota keluarga tanda dan gejala infeksi
4. Kurangi kerentanan individu terhadap infeksi
a. Dorong dan pertahankan masukan kalori dan protein dalam diet (lihat Perubahan nutrisi).
b. Pantau penggunaan atau penggunaan berlebihan terapi antimikroba.
c. Berikan terapi antimikroba yang telah diresepkan dalam 15 menit dari waktu yang dijadwalkan
d. Minimalkan lamanya tinggal di rumah sakit
5. Amati terhadap manifestasi klinik infeksi (mis; demam, urine keruh, drainase purulen)
6. Instruksikan individu dan keluarga mengenal penyebab, risiko-risiko dan kekuatan penularan infeksi.
7. Laporkan penyakit-penyakit menular.

Perubahan perfusi jaringan perifer

Definisi

Keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu penurunan dalam nutrisi dan pernapasan pada tingkat seluler perifer suatu penurunan dalam suplai darah kapiler.

Faktor yang berhubungan

Patofisiologis
Berhubungan dengan perlemahan aliran darah
(Gangguan vaskuler)
Arteriosklerosis
Hipertensi
Aneurisma
Trombosis arteri
Trombosis vena dalam
Penyakit vaskuler kolagen
Artritis reumatoid
Diabetes mellitus
Diskariasis darah (gangguan trombosit)
Gagal ginjal
Kanker/tumor
Varises
Penyakit burger’s
Krisis sel sabit
Sirosis alkoholisme
Tindakan
Berhubungan dengan imobilisasi
Berhubungan dengan adanya aliran invasif
Berhubungan dengan tekanan pada tempat/konstriksi (balutan, stocking)
Berhubungan dengan trauma pembuluh darah
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan tekanan dari uterus yang membesar pada sirkulasi perifer
Berhubungan dengan tekanan dari abdomen yang membesar pada pelvik dan sirkulasi perifer
Berhubungan dengan pengumpulan venosa yang tergantung
Berhubungan dengan hipotermia
Berhubungan dengan efek vasokonstriksi dari tembakau
Berhubungan dengan penurunan volume yang bersirkulasi : dehidrasi

Data mayor


Penurunan atau tidak adanya denyut nadi
Perubahan warna kulit
Pucat (arteri)
Sianosis (Vena)
Hiperemi reaktif (arteri)
Perubahan suhu kulit
Lebih dingin (arteri)
Lebih hangat (vena)

Kriteria hasil


Individu akan :
1. Mengidentifikasi faktor-faktro yang meningkatkan sirkulasi perifer
2. Mengidentifikasi perubahan gaya hidup yang perlu
3. Mengidentifikasi cara medis, diet, pengobatan, aktivitas yang meningkatkan vasodilatasi
4. Melaporkan penurunan dalam nyeri
5. Menggambarkan kapan saat menghubungi dokter/tenaga kesehatan

Intervensi

1. Ajarkan individu untuk
a. Mempertahankan ekstremitas dalam posisi tergantung
b. Mempertahankan ekstremitas yang hangat (jangan mengunakan bantalan pemanas atau botolair panas, karena individu dengan penyakit vaskuler perifer dapat mengalami gangguan sensasi dan tidak akan dapat menentukan jika suhu panas merusak jaringan, penggunaan pemanas eksternal juga dapat meningkatkan kebutuhan metabolis dari jaringan melewati batas kapasitasnya.
c. Kurangi risiko trauma
- Ubah posisi sedikitnya setiap jam
- Hindari menyilangkan kaki
- Kurangi penekanan eksternal (mis; sepatu sempit)
- Hindari pelundung tumut dari kulit
- Dorong latihan rentang gerak
2. Rencanakan suatu program berjalan setiap hari
a. Instruksikan individu dalam alasan untuk program
b. Ajarkan individu untuk menghindari kelelahan
c. Instruksikan untuk menghindari peningkatan dalam latihan sampai dikaji oleh dokter terhadap masalah jantung
d. Pastikan kembali individu yang berjalan tidak melukai pembuluh darah atau otot.
3. Ajarkan faktor yang meningkatkan aliran darah vena
a. Tinggikan ekstremitas diatas jantung, kecuali ada kontraindikasi mis; penyakit jantung, gangguan pernapasan.
b. Hindari berdiri atau duduk dengan tungkai bawah tergantung untuk jangka waktu lama.
c. Pertimbangkan penggunaan balutan atau stocking elastis dibawah lutut untuk mencegah statis vena.
d. Kurangi atau lepaskan kompresi vena eksternal yang mengganggu aliran vena.
- Hindari bantal di belakang lutut atau penyangga lutut tempat tidur.
- Hindari penyilangan tungkai bawah
- Ubah posisi, gerakkan ekstremitas atau menggoyangkan jari tangan kaki setiap jam
- Hindari penggunaan ikat kaos kaki dan stocking tipis diatas lutut.
4. Ukur lingkaran dasar dari betis dan paha jika individu berisiko trombosis vena dalam atau jika hal ini dicurigai
5. Ajarkan individu untuk
a. Hindari perjalanan panjang menggunakan mobil atau pesawat, bila tidak bisa dihindari bangun dan berjalan sedikitnya setiap jam.
b. Pertahankan kekeringan kulit terlumasi (kulit pecah menghilangkan hambatan fisik terhadap infeksi)
c. Gunakan pakaian hangat selama cuaca dingin
d. Gunakan kaos kaki katun atau wol
e. Hindari dehidrasi dalam cuaca panas
f. Berikan perhatian khusus terhadap kaki dan jari-jari kaki.
- Cuci kaki dan keringkan secara seksama setiap hari
- Tidak merandam kedua kaki
- Hindari sabun keras atau kimia termasuk iodine pada kaki
- Pertahankan kuku dalam keadaan terpotong dan halus
g. Amati kaki dan kedua tungkai bawah terhadap cedera dan penekanan
h. Gunakan kaus kaki bersih
i. Gunakan sepatu yang menopang, cocok, dan nyaman
j. Amati sepatu bagian dalam setiap hari terhadap garis kasar.
6. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor risiko
a. Diet :
- Hindari makanan tinggi kolesterol
- Modifikasi masukan natrium untuk mengontrol hipertensi
- Rujuk ke ahli gizi
b. Teknik relaksasi untuk mengurangi efek strs
c. Berhenti merokok
d. Program latihan

Perubahan pada pola eliminasi urinarius

Definisi :

Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine

Faktor yang berhubungan

Patofisiologi
Berhubungan dengan inkompeten outlet kandung kemih
Anomali saluran kemih kongenital
Berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung kemih atau iritasi kandung kemih
Infeksi
Trauma
Uretritis
Glikosuri
Karsinoma
Berhubungan dengan penurunan isyarat kandung kemih atau kerusakan kemampuan untuk mengenali isyarat kandung kemih
Infeksi/trauma/cedera medulla spinalis
Infeksi/trauma/cedera otak
Cedera serebrovaskular
Penyakit demielinisasi
Multiple sklerosis
Neuropati alkohol
Parkinsonisme
Tindakan yang berhubungan
Berhubungan dengan efek pembedahan pada sfingter kandung kemih
Pasca Prostatektomi
Diseksi pelvik ekstensif
Berhubungan dengan instrumentasi diagnostik
Berhubungan dengan penurunan tonus kandung kemih
Anastesi umum atau spinal
Terapi obat
Antihistamin
Epinefrin
Antikolinergik
Sedatif
Tranqulizer
Relaksan otot
Kateter pasca indwelling
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan kelemahan otot dasar panggul
Obesitas
Penuaan
Penurunan berat badan yang baru dialami
Kelahiran anak
Berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengkomunikasikan kebutuhan
Berhubungan dengan obstruksi outlet kandung kemih
Impaksi fekal/konstipasi kronis
Berhubungan dengan penurunan tonus otot kandung kemih
Depresi
Supresi intensional (dekondisi yang disebabkan diri sendiri)
Kekacauan mental
Dellirium
Berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi pada saat yang diperlukan
Kerusakan mobilitas
Penggunaan kafein/alkohol
Maturisional
(Anak-anak)
Berhubungan dengan kapasitas kandung kemih yang kecil
Berhubungan dengan kurang motivasi

Data mayor


Melaporkan atau mengalami masalah eliminasi urine, seperti
Dorongan berkemih
Sering berkemih
Keragu-raguan
Nokturia
Enuresis
Menetes
Distensi kandung kemih
Inkontinens
Volume urine residu yang banyak

Kriteria hasil

Individu akan
1. Menjadi kontinen (terutama selama siang hari, malam, 24 jam)
2. Mampu mengidentifikasi penyebab inkontinens dan rasional untuk pengobatan

Intervensi


1. Pertahankan hidrasi optimal
a. Tingkatkan hidrasi 2000-3000 ml/hari, kecuali ada kontraindikasi.
b. Bagi jarak cairan setiap 2 jam
c. Kurangi masukan cairan setelah jam 19.00
d. Kurangi masukan kopi, teh, cola pekat, alkohol, dan jus grapefruit
e. Hindari jumlah masukan jus tomat dan jus jeruk yang besar karena cairan tersebut cenderung membuat urine menjadi basa
2. Pertahankan nutrisi yang adekuat untuk menjamin eliminasi usus sedikitnya sekali setiap 3 hari
3. Tingkatkan berkemih
a. Pastikan privasi dan rasa nyaman.
b. Gunakan fasilitas toilet, jika mungkin, daripada bedpan
c. Berikan klien pria kesempatan berdiri.
d. Bantu individu dengan bedpan untuk memfleksikan lututnya.
e. Ajarkan evaluasi postural (membungkuk ke depan saat duduk diatas toilet)
4. Tingkatkan integritas personal dan berikan motivasi untuk meningkatkan kontrol kandung kemih.
5. Tunjukkan pada individu bahwa inkontinens dapat disembuhkan atau sedikitnya dikontrol untuk mempertahankan martabat.
6. Harapkan pada individu untuk menjadi kontinen (mis; sarankan menggunakan pakaian ketat, jangan sarankan menggunakan bedpan)
7. Tingkatkan integritas kulit
a. Identifikasi individu yang berisiko mengalami ulkus akibat tekanan.
b. Cuci area, bilas, dan keringkan dengan baik setelah episiode inkontinens.
c. Gunakan salep pelindung, jika diperlukan.
8. Kaji pola berkemih
a. Waktu dan jumlah masukan cairan
b. Tipe cairan
c. Jumlah inkontinen
d. Jumlah berkemih, apakan volunter atau involunter
e. Adanya sensasi keinginan untuk berkemih
f. Jumlah retensi
g. Jumlah residual
h. Jumlah urine yang dikeluarkan
i. Identifikasi aktivitas tertentu yang mengawali berkemih (mis;gelisah, berteriak, latihan)
9. Jadwalkan masukan cairan dan waktu berkemih.
10. Jadwalkan program keteterisasi intermitten
a. Jelaskan alasan untuk program kateterisasi
b. Jelaskan hubungan masukan cairan dan frekwensi kateterisasi
c. Jelaskan pentingnya pengosongan kandung kemih pada waktu yang telah dijadwalkan.
11. Ajarkan pencegahan infeksi saluran kemih (ISK)
a. Beri dorongan pengosongan kandung kemih secara teratur.
b. Pastikan masukan cairan yang adekuat.
c. Jaga keasaman urine, hindari jus jeruk nipis, cola pekat, kopi.
12. Ajarkan individu untuk memantau tanda-tanda dan gejala-gejala ISK
a. Peningkatan mukus dan sedimen
b. Darah dalam urine
c. Perubahan dalam warna
d. Peningkatan suhu, menggigil, gemeteran
e. Perubahan sifat urine
f. Nyeri supra pubik
g. Nyeri berkemih
h. Dorongan berkemih
i. Nyeripunggung bawah dan atau nyeri panggul

Perubahan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh

Definisi

Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami penambahan berat badan yang berhubungan dengan masukan yang melebihi kebutuhan metabolik.

Faktor yang berhubungan

Patofisiologi
Berhubungan dengan perubahan pola kepuasan
Obat-obatan (Kortikosteroid, antihistamin)
Radiasi (penurunan indera pengecapan dan penciuman)
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan risiko kenaikan berat badan lebih dari 25-39 pon saat hamil
Berhubungan dengan kurangnya pengetahuan nutrisi dasar
Maturisional
(Orang dewasa/lansia)
Berhubungan dengan penurunan pola aktivitas dan penurunan kebutuhan metabolik.

Data mayor
Kelebihan berat badan (10% lebih tinggi dari standar tubuh ideal)
Obesitas (20% lebih tinggi dari standar tubuh ideal)
Lipatan kulit trisep lebih besar dari 15 mm pada pria, dan 25 mm pada wanita

Data minor

Melaporkan adanya pola makan yang tidak diinginkan
Masukan melebihi kebutuhan metabolik
Pola aktivitas monoton

Kriteria hasil

Individu akan
1. Mengalami peningkatan penggunaan aktivitas dengan penurunan berat badan.
2. Menjelaskan hubungan antara aktivitas dengan berat badan.
3. Mengidentifikasi pola makan yang menunjang penambahan berat badan
4. Penurunan berat badan

Intervensi

1. Tingkatkan kesadaran individu tentang tipe/jumlah makanan yang dikonsumsi
a. Instruksikan individu untuk menyimpan buku harian diet selama satu minggu.
- Apa, kapan, dimana, dan mengapa dimakan?
- Apakah melakukan hal lain (mis; menonton TV, persiapan makan malam)
- Emosi tepat sebelum makan
- Keberadaan orang lain
b. Tinjau ulang buku harian diet dengan individu untuk menunjukkan pola (mis; waktu, tempat, orang-orang, emosi, makanan)
c. Tinjau ulang item-item makanan yang tinggi dan rendah kalori.
2. Bantu individu untuk menetapkan tujuan yang realistis (mis; dengan menurunkan masukan oral 500 kalori akan mengakibatkan penurunan berat badan 1-2 pon setiap minggu)
3. Ajarkan teknik-teknik modifikasi perilaku
a. Makan hanya pada tempat khusus di rumah (mis;meja makan)
b. Jangan makan saat melakukan aktivitas lain seperti membaca atau menonton TV, makan hanya apabila duduk.
c. Minum 240 cc air sebelum makan.
d. Gunakan piring kecil, sehingga porsi kelihatan lebih banyak.
e. Siapkan porsi kecil, hanya cukup untuk makan dan kelebihan sisa disingkirkan.
f. Jangan pernah makan dari piring orang lain.
g. Makan pelan-pelan dan kunyah dengan seksama.
h. Letakkan peralatan makan dan tunggu 15 detik antara gigitan.
i. Makan kudapan rendah kalori yang perlu dikunyah untuk kepuasan kebutuhan oral (wortel, seledri, apel)
j. Kurangi cairan berkalori; minum diet soda atau air.
4. Rencanakan program berjalan harian dan secara bertahap tingkatkan kecepatan dan jarak berjalan.
a. Mulai dengan 500 m sampai 1 km/hari; tambahkan 100m/minggu.
b. Tingkatkan dengan perlahan
c. Hindari menahan atau mendorong terlalu keras dan menjadi terlalu letih.
d. Hentikan segera jika tanda berikut ini terjadi:
- Rasa sesak atau nyeri dada.
- Sangat sukar bernapas.
- Sakit terasa melayang.
- Pening.
- Kehilangan kontrol otot.
- Mual.
e. Tetapkan waktu teratur dalam sehari untuk latihan, dengan tujuan 3-5 kali seminggu dengan durasi 15-45 menit dan dengan frekuensi jantung 80% dari tes stress atau penghitungan kasar (170x/menit untuk usia 20-29 tahun; 160x/menit untuk usia 30-39 tahun; 150x/menit untuk usia 40-49 tahun; 140x/menit untuk usia 50-59 tahun).

Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

Definisi

Suatu keadaan dimana individu yang tidak mengalami puasa atau yang berisiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik.

Faktor yang berhubungan

Patofisiologi
Berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori yang mencukupi
Luka bakar
Infeksi
Ketergantungan bahan-bahan kimia
Kanker
Trauma
Berhubungan dengan disfagia
Cedera serebrovaskular
Sklerosis amiotrofik lateral
Serebral palsi
Parkinson’s
Kelainan neurovaskuler
Distrofi otot
Berhubungan dengan penurunan penyerapan nutrien
Penyakit Crohn’s
Fibrosis kistik
Intoleransi laktosa
Berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan
Pernurunan tingkat kesadaran
Berhubungan dengan muntah yang dirangsang sendiri, menolak untuk makan
Anoreksia nervosa
Berhubungan dengan keengganan untuk makan karena takut akan keracunan
Perilaku paranoid
Berhubungan dengan anoreksia, agitasi fisik berlebihan
Kelainan bipolar
Berhubungan dengan anoreksia dan diare
Infeksi protozoa
Berhubungan dengan muntah, anoreksia, kerusakan pencernaan
Pankreatitis
Berhubungan dengan anoreksia, kerusakan metabolisme lemak dan protein, dan kerusakan penyimpanan vitamin
Sirosis
Tindakan
Berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka
Pembedahan
Medikasi
Rekonstruksi bedah mulut
Kawat rahang
Terapi radiasi
Berhubungan dengan ketidakadekuatan absorpsi sebagai efek dari
Kolkisin
Piremetamin
Antasida
Neomisin
Asam para-Aminosalisilat
Berhubungan dengan penurunan masukan oral, ketidaknyamanan mulut, mual, muntah
Terapi radiasi
Kemoterapi
Tonsilektomi
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan
Anoreksia
Depresi
Stres
Isolasi sosial
Mual dan muntah
alergi
Berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang nutrisi yang adekuat
Berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengunyah
Kerusakan gigi atau tidak punya gigi
Pemasangan gigi palsu tidak kuat
Maturisional
Berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan
Kurang stimulasi emosional/sensori
Kurang pengetahuan tentang pemberi asuhan
Berhubungan dengan malabsorpsi, batasan diet, dan anoreksi
Penyakit seliaka
Intoleransi laktosa
Fibrosis kistik
Berhubungan dengan kesulitan menghisap (bayi) dan disfagia
Serebral palsi
Bibir sumbing atau palatum
Berhubungan dengan ketidakadekuatan menelan, keletihan, dan dispnea
Penyakit jantung kongenital
Prematuritas

Data mayor

Melaporkan ketidakadekuatan masukan makanan kurang dari masukan makanan yang dianjurkan dengan atau tanpa penurunan berat badan
Kebutuhan-kebutuhan metabolik aktual atau risiko dalam masukan nutrisi yang berlebihan.

Data minor

Berat badan 10%-20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk tinggi badan
Lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah kurang dari 60% standar pengukuran
Kelemahan otot dan nyeri tekan
Peka rangsang mental dan kekacauan mental
Penurunan albumun serum

Kriteria hasil

Individu akan :
1. Meningkatkan masukan oral
2. Menjelaskan faktor-faktor penyebab bila diketahui
3. Menjelaskan rasional dan prosedur untuk pengobatan

Intervensi

1. Tentukan kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat. Konsulkan pada ahli gizi.
2. Timbang berat badan setiap hari, pantau hasil pemeriksaan laboratorium
3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
4. Ajarkan individu untuk menggunakan penyedap rasa untuk membantu meningkatkan rasa dan aroma makanan (lemon, mint, cengkeh, kayu manis, rosemary)
5. Beri dorongan individu untuk makan dengan orang lain (makanan disajikan di ruang keluarga atau kelompok)
6. Rencanakan perawatan sehingga prosedur yang tidak menyenangkan atau menyakitkan tidak dilakukan sebelum makan.
7. Berikan kesenangan, suasana yang rileks (tidak terlihat pispot, jangan ramai)
8. Atur rencana perawatan untuk mengurangi atau menghilangkan bau yang menyebabkan ingin muntah atau prosedur yang dilakukan mendekati waktu makan.
9. Ajarkan atau bantu individu untuk istirahat sebelum makan.
10. Ajarkan individu untuk menghindari bau masakan-makan yang digoreng, kopi yang dimasak-jika mungkin.
11. Pertahankan kebersihan mulut sebelum dan sesudah mengunyah.
12. Tawarkan makan porsi kecil tapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung (enam kali perhari dengan makanan kecil)
13. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/kalori sangat tinggi yang disajikan pada individu saat ingin makan. (mis; jika kemoterapi dilakukan pagi hari, sajikan makan pada sore hari menjelang makan).
14. Instruksikan individu yang mengalami penurunan napsu makan untuk :
a. Makan makanan kering saat bangun tidur.
b. Makan makanan asin jika tidak ada pantangan.
c. Hindari makanan yang terlalu manis, menggemukkan, berminyak.
d. Cobalah minuman bening, yang hangat.
e. Minum sedikit-sedikit melalui sedotan.
f. Makan kapan saja bila dapat ditoleransi.
g. Makan dalam porsi kecil rendah lemak dan makan lebih sering.
15. Coba suplemen komersial yang tersedia dalam banyak bentuk (bubuk, pudding, cair)
16. Jika individu mengalami kelainan makan (Townsend, 1994)
a. Tetapkan tujuan-tujuan masukan bersama klien, dokter, dan ahli gizi.
b. Bicarakan tentang keuntungan-keuntungan dari kepatuhan dan konsekuensi dari ketidakpatuhan.
c. Jika masukan makanan yang harus ditolak, ingatkan dokter.
d. Duduk temani individu selama makan, batasi waktu makan sampai 30 menit.
e. Amati sedikitnya 1 jam sebelum. Temani klien ketika ke kamar mandi.
f. Timbang badan klien saat ia bangun dan setelah berkemih pertama.
g. Berikan dorongan untuk perbaikan, tetapi jangan fokuskan pembicaraan pada makanan atau cara makan.
h. Sejalan makin membaiknya individu, gali isu-isu tentang citra diri, timbang kembali, dan awasi.
17. Untuk individu yang hiperaktif
a. Berikan makanan dan minuman yang tinggi protein, tinggi kalori.
b. Tawarkan lebih sering makanan kecil. Hindari makanan yang tidak mengandung kalori (mis; soda)
c. Berjalan-jalan bersama individu saat diberikan makanan kecil.

Diagnosa NANDA : Perubahan Kenyamanan : Nyeri

Definisi :

Keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya.

Faktor yang berhubungan :

Bio-patofisiologis
(Kehamilan)
Berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan
Berhubungan dengan trauma pada perineum selama persalinan dan
kelahiran
Berhubungan dengan involusi uterus dan pembengkakan payudara
Berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot :
(Gangguan muskuloskeletal)
Fraktur
Kontraktur
Spasme
Artritis
Gangguan medula spinalis
(Gangguan viseral)
Jantung
Hati
Hepatik
Usus
Pulmoner
Kanker
Gangguan vaskuler
Vasospasme
Oklusi
Flebitis
Vasodilatasi (sakit kepala)
Berhubungan dengan inflamasi
Saraf
Tendon
Sendi
Otot
Berhubungan dengan keletihan, malaise dan atau pruritus
Penyakit menular (rubela, cacar air)
Hepatitis
Pankreatitis
Berhubungan dengan pengaruh dari kanker
Berhubungan dengan kram abdomen, diare, dan muntah-muntah
Berhubungan dengan inflamasi dan otot polos
Batu ginjal
Infeksi gastrointestinal
Tindakan
Berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot :
Operasi
Kecelakaan
Luka bakar
Diagnostik : Pungsi vena, skan invasif, biopsi
Berhubungan dengan mual-mual dan muntah-muntah
Kemoterapi
Anestesia
Situasional
Berhubungan dengan demam
Berhubungan dengan imobilisasi/posisi yang tidak tepat
Berhubungan dengan aktivitas yang berlebihan
Berhubungan dengan titik tekanan (bidai yang ketat, balutan elastik)
Berhubungan dengan respons alergi
Berhubungan dengan iritan kimia
Berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan akan kemandirian tidak terpenuhi
Maturisional
Bayi : kolik
Bayi dan masa anak-anak awal : tumbuh gigi
Masa kanak-kanak : cedera, bertumbuh kembang
Remaja : Sakit kepala, nyeri dada, dismenorea

Nyeri akut

Definisi :
Keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama 6 bulan atau kurang.

Faktor yang berhubungan :
Rujuk pada Perubahan kenyamanan

Data

Subjektif :
Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri yang dideskripsikan.
Objektif :
Perilaku yang sangat hati-hati, perlindungan.
Memusatkan diri.
Mempersempit fokus (perubahan persepsi waktu, gangguan proses berpikir).
Perilaku distraksi (mengerang, menangis, mondar-mandir, mencari orang lagi, gelisah).
Raut wajah kesakitan (mata kuyu, terlihat lelah, meringis)
Perubahan tonus otot (tidak bergairah sampai kaku)
Respons-respons autonom (diaforesis, perubahan tekanan darah dan nadi), dilatasi pupil, perubahan frekwensi napas.

Kriteria hasil :

Individu akan
1. Memperlihatkan bahwa orang lain membenarkan nyeri itu ada.
2. Memperlihatkan pengurangan nyeri setelah melakukan tindakan penurunan rasa nyeri yang memuaskan.
Anak-anak akan, berdasarkan usia dan kemampuannya :
1. Mengidentifikasi sumber-sumber nyeri.
2. Mengidentifikasi aktivitas yang akan meningkatkan dan menurunkan nyeri.
3. Menggambarkan rasa nyaman dari orang-orang lain selama mengalami nyeri.

Intervensi :

1. Tingkatkan pengetahuan
a. Jelaskan sebab-sebab nyeri kepada individu, jika diketahui.
b. Menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung, jika diketahui.
c. Jelaskan pemeriksaan diagnostik dan prosedur secara detail dengan menghubungkan ketidaknyamanan dan sensasi yang akan dirasakan, dan perkiraan lamanya terjadi nyeri.
2. Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut.
3. Hubungkan penerimaan anda tentang respons individu terhadap nyeri.
a. Mengenali adanya rasa nyeri.
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai nyeri.
c. Memperlihatkan bahwa anda sedang mengkaji nyeri karena anda ingin mengerti lebih baik (bukan untuk menentukan apakah nyeri tersebut benar-benar ada).
4. Kaji keluarga untuk mengetahui adanya kesalahan konsep tentang nyeri atau penanganannya.
5. Bicarakan alasan-alasan mengapa individu dapat mengalami peningkatan atau penurunan nyeri (mis; keletihan meningkatkan nyeri, distraksi menurunkan nyeri).
a. Berikan dorongan anggota keluarga untuk saling menceritakan rasa prihatinnya secara pribadi.
b. Kaji apakah keluarga menyangsikan nyeri dan bicarakan pengaruhnya pada individu yang mengalami nyeri.
c. Anjurkan keluarga untuk tetap memberikan perhatian walaupun nyeri tidak diperlihatkan.
6. Berikan kesempatan kepada individu untuk istirahat selama siang dan waktu tidur yang tidak terganggu pada malam hari.
7. Bicarakan dengan individu dan keluarga penggunaan terapi distraksi, bersamaan dengan metode lain untuk menurunkan nyeri.
8. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut, bernapas dengan teratur.
9. Ajarkan penurunan nyeri noninvasif
a. Relaksasi
- Intruksikan teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri.
- Tingkatkan relaksasi pijat punggung, masase, atau mandi air hangat.
- Ajarkan teknik relaksasi khusus (mis; bernapas perlahan, teratur, dan napas dalam-kepalkan tinju-menguap)
b. Stimulasi kutan
- Bicarakan dengan individu berbagai metoda stimulasi kulit dan efek-efeknya pada nyeri.
- Bicarakan setiap metoda berikut ini dan tindakan kewaspadaannya:
Botol air panas
Bantalan pemanas listrik
Mandi rendam air hangat
Kantung panas lembab
Hangatnya sinar matahari
Selimut dari plastik diatas area yang sakit untuk menahan panas tubuh (mis;lutut, siku)
- Bicarakan setiap metoda berikut dan tindakan kewaspadaannya:
Handuk dingin (diperas)
Rendaman air dingin
Kantung es
Kantung jeli dingin
Masase es
- Jelaskan manfaat terapeutik dari preparat mentol dan masase/pijat punggung.
10. Berikan individu pengurang rasa sakit yang optimal dengan analgesik.
11. Setelah pemberian pengurang rasa sakit, kembali 30 menit kemudian untuk mengkaji efektifitasnya.
12. Berikan informasi yang akurat untuk meluruskan kesalahan konsep pada keluarga (mis; ketagihan, ragu-ragu tentang nyeri).
13. Berikan individu kesempatan untuk membicarakan ketakutan, marah, dan rasa frustrasinya di tempat tersendiri, pahami kesukaran situasi.
14. Berikan dorongan individu untuk membicarakan pengalaman nyerinya.
15. Untuk anak-anak :
a. Kaji pengalaman nyeri anak
- Tentukan konsep anak tentang penyebab nyeri, jika mungkin
- Mintalah anak untuk menunjukkan area nyeri.
- Untuk anak-anak dibawah 4-5 tahun gunakan skala Oucher lima wajah dari sangat senang (1) sampai menangis (5).
- Untuk anak-anak diatas 4 tahun, minta anak untuk membuat peringkat nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-5 (0=tidak nyeri dan 5=nyeri sekali)
- Tanyakan pada anak apa yang memperingan nyeri dan apa yang membuatnya lebih buruk.
- Kaji jika takut atau kesepian mempunyai andil terhadap nyeri.
b. Tingkatkan rasa nyaman dengan penjelasan yang jujur dan kesempatan untuk memilih :
- Katakan sebenarnya, jelaskan
Berapa besar hal itu akan menyebabkan nyeri.
Berapa lama hal itu akan berlangsung.
Apa yang dapat membantu menguranginya.
- Jangan mengancam (mis; ”jika kamu tetap tidak dapat menahan maka kamu tidak boleh pulang”).
- Jelaskan secara eksplisit dan tekanan pada anak bahwa nyeri bukan merupakan hukuman.
- Jelaskan pada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan.
- Jelaskan pada anak bahwa prosedur tersebut diperlukan agar dia menjadi lebih sehat, dan adalah penting untuk menahan sehingga dapat dilakukan dengan cepat.
- Bicarakan dengan orang tua pentingnya menceritakan yang sebenarnya; instruksikan pada orang tua untuk :
Mengatakan kepada anak kapan mereka pergi dan kapan mereka kembali.
Mengatakan pada anak bahwa mereka tidak dapat menghilangkan nyeri, tetapi bahwa mereka menemani (kecuali dalam keadaan bila orang tua tidak diijinkan untuk tinggal)
- Berikan kesempatan pada orang tua untuk berbagi perasaan mereka tentang nyeri yang dialami oleh anak dan ketidakberdayaan.
c. Persiapankan anak untuk yang menimbulkan nyeri.
- Diskusi prosedur dengan orang tua; pastikan apa yang telah mereka katakan pada anak.
- Jelaskan prosedur dengan kata-kata yang sesuai usia anak dan tingkat perkembangannya.
- Katakan ketidaknyamanan yang akan dirasakan (mis; apa yang akan anak rasakan, kecap, lihat, atau cium).
- Berikan dorongan anak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum dan selama prosedur; minta anak menceritakan pada anda apa yang ia pikir akan terjadi dan mengapa.
- Bicaralah dengan anak (yang cukup besar-diatas 3,5 tahun) bahwa
Anda berharap anak akan dapat menahan bahwa perilaku tersebut membuat anda senang.
Tidak apa-apa untuk menangis atau meremas tangan anda jika terasa nyeri.
- Agar orang tua dapat hadir menyaksikan prosedur ( terutama untuk anak-anak 18 bulan sampai 5 tahun)
d. Jelaskan pada anak bahwa dia dapat dialihkan perhatiannya dari prosedur jika hal itu adalah keinginannya (penggunaan distraksi tanpa sepengetahuan anak tentang ketidaknyamanan yang akan terjadi adalah tidak dianjurkan karena anak akan belajar untuk tidak percaya)
- Ceritakan sebuah dongeng menggunakan boneka.
- Mintalah anak untuk memberikan nama atau menghitung objek-objek dalam sebuah gambar.
- Mintalah anak untuk melihat gambar dan menunjuk objek-objek tertentu (”Dimana anjing?”)
- Mintalah pada anak untuk bercerita kepada anda tentang binatang kesayangan.
- Mintalah pada anak untuk menghitung kedipan mata anda.
e. Berikan anak privasi selama prosedur yang menyakitkan; gunakan ruang tindakan daripada tempat tidur anak.
f. Bantulah anak mengatasi akibat nyeri :
- Katakan pada anak kapan prosedur menyakitkan berakhir.
- Gendong anak kecil untuk menunjukan prosedur telah berakhir.
- Berikan dorongan pada anak untuk membicarakan pengalaman nyeri (menggambar atau menunjukkannya dengan boneka)
- Berikan dorongan pada anak untuk melakukan prosedur yang menyakitkan dengan menggunakan peralatan yang sama pada boneka dengan pengawasan.
- Berikan pujian pada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik, tanpa memperhatikan perilaku anak (kecuali anak mengamuk kepada orang lain).
- Beri anak cindera mata tentang nyeri (plester, lencana atas keberhasilannya)

Nyeri kronis

Definisi :

Keadaan dimana seorang individu mengalami nyeri yang menetap atau intermitten dan berlangsung lebih dari 6 bulan.

Faktor yang berhubungan :

Rujuk pada Perubahan kenyamanan.

Data mayor :

Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan (mungkin satu-satunya pengkajian data yang ada)

Data minor :

Ketidaknyamanan.
Marah, frustrasi, depresi karena situasi.
Raut wajah kesakitan.
Anoreksia, penurunan berat badan.
Insomnia.
Gerakan yang sangat hati-hati.
Spasme otot.
Kemerahan, bengkak, panas.
Perubahan warna pada area yang terganggu.
Abnormalitas refleks.

Kriteria hasil :

Individu akan
1. Mengungkapkan bahwa orang lain mengesahkan bahwa nyeri itu ada.
2. Melakukan tindakan penurun nyeri noninvasif yang dipilih untuk menangani nyeri.
3. Mengungkapkan adanya kemajuan dan peningkatan aktivitas sehari-hari.

Intervensi :


1. Kaji pengalaman nyeri individu; tentukan intensitas nyeri pada saat terburuk dan terbaik.
2. Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi ketakutan.
3. Ungkapkan penerimaan anda tentang respons terhadap nyeri
a. Mengakui adanya nyeri.
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada keprihatinan terhadap nyeri individual.
c. Perlihatkan bahwa anda mengkaji nyeri karena anda ingin lebih mengerti.
4. Kaji keluarga untuk mengetahui adanya kesalahan konsep tentang nyeri atau penanganannya.
5. Bicarakan alasan-alasan mengapa seorang individu mengalami peningkatan atau penurunan nyeri.
a. Berikan dorongan anggota keluarga untuk saling menceritakan rasa prihatinnya secara pribadi.
b. Kaji apakah keluarga menyangsikan nyeri dan bicarakan pengaruhnya pada individu yang mengalami nyeri.
c. Anjurkan keluarga untuk tetap memberikan perhatian walaupun nyeri tidak diperlihatkan.
6. Berikan individu kesempatan untuk istirahan selama siang dan dengan waktu tidur yang tidak terganggu pada malam hari.
7. Bicarakan dengan individu dan keluarga penggunaan terapi distraksi, bersamaan dengan metode lain untuk menurunkan nyeri.
8. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut, bernapas dengan teratur.
9. Ajarkan penurunan nyeri noninvasif (rujuk ke intervensi nyeri akut)
10. Berikan individu pengurang rasa sakit yang optimal dengan analgesik.
11. Setelah pemberian pengurang rasa sakit, kembali 30 menit kemudian untuk mengkaji efektifitasnya.
12. Berikan informasi yang akurat untuk meluruskan kesalahan konsep pada keluarga (mis; ketagihan, ragu-ragu tentang nyeri).
13. Kaji pengaruh nyeri kronis pada kehidupan individu, melalui individu dan keluarga.
a. Kinerja (pekerjaan, tanggung jawab peran)
b. Interaksi sosial.
c. Finansial.
d. Kegiatan sehari-hari (tidur, makan, mobilitas, seksual)
e. Kognitif/suasana hati (konsentrasi, depresi)
f. Unit keluarga (respons-respons dari anggota keluarga)
14. Jelaskan hubungan antara nyeri kronis dan depresi.
15. Bicarakan dengan individu dan keluarga berbagai modalitas tindakan yang tersedia (terapi keluarga, terapi kelompok, modifikasi perilaku, hipnosis,akupuntur, program latihan).
Your Ad Here

Recomended Nursing Care Plans Books